Tahun 2020 ini, dapat dikatakan tahun yang
memberikan Saya sedikit angin segar. Saya masih bisa tersenyum tulus, tertawa
lepas, Saya juga sedikit bisa lebih jujur tentunya dalam ekspresi dan perasaan
yang Saya rasakan. Hampir satu tahun berjalan, Saya hidup dalam kepura-puraan. Pura-pura
tidak terjadi apa-apa, pura-pura bahagia, pura-pura seolah Saya tidak punya
luka yang begitu dalamnya hanya agar teman yang berbaik hati menemani Saya
tidak ikut-ikutan moodnya berubah menjadi sedih. Kan nanti nggak asik.
Yayan dan Yeyen merupakan sepasang kekasih yang
sudah melewati banyak asam garam di dalam kisah percintaan mereka. Lebih dari setengah
dekade, bisa kita jadikan acuan bahwa cinta mereka bukanlah cinta kaleng-kaleng.
Saya salut dan ikut bangga kepada teman Saya ini karena tahun ini mereka akan menikah
selayaknya manusia normal pada umumnya.
Yayan, lelaki tangguh nan pantang menyerah hingga
mencapai titik dimana keadaanlah yang bertekuk lutut padanya. Sedangkan Yeyen,
Wanita yang kesetiaan maupun kesabarannya telah teruji. Kesetiaan yang ia punya,
menjadi nilai yang paling mahal yang ia miliki saat ini dan apa yang telah
diraih oleh Yayan, sangat pantas dinikmati juga oleh Yeyen. Kalian berdua
merupakan takdir Tuhan yang luar biasa. Kalian memang terlahir untuk bersama
dan saling menikmati nikmat Tuhan itu.
Saya pernah berkata kepada Yayan di sela-sela
obrolan kami. “Yeyen sudah ditakdirkan
dan pantas menikmati apa yang sudah kamu raih ini. Karena tidak akan ada wanita
yang setia padamu selain dia.”
Yayan menjawab, “Ya.
Walaupun dengan kondisiku sekarang, banyak sekali godaan.”
Saya membatin, “Saya
tahu. Saya mengenal kamu sudah lama. Kamu laki-laki baik, kamu tidak akan
macam-macam. Kamu punya logika sehat.”
Tahun 2020 ini, Saya banyak dibantu oleh mereka
berdua. Khususnya Yayan, Saya berterima kasih sekali. Saya respect padamu. Ternyata kondisimu sekarang tidak membuatmu star syndrome. Kamu pernah melewati
hidup seperti Saya dan kamu tidak melupakan itu sehingga tanganmu masih begitu
ringannya membantu Saya saat tidak ada satupun tangan yang bisa membantuku
sejauh ini. Bantuanmu merupakan jembatan bagi impian yang sedang Saya kejar. Saya
berterima kasih, tentu do’a tersambung padamu.
Kami bertiga sesekali makan bareng, masak-masak bareng,
nonton bareng, nongkrong bareng. Kami pun tidak mempermasalahkan keadaan
tersebut. Saya menghargai mereka yang berbahagia, mereka pun menghargai Saya
juga. Kami saling support dan saling
mempererat persaudaraan.
Ditengah-tengah makanan yang sedang kami makan di
warung andalan Saya, Saya pun tersenyum melihat kebahagiaan yang mereka raih
sekarang. Perasaan bangga, Perasaan semangat, kalian mudah mau jalan kemana
saja, makan sama-sama bahkan sebentar lagi kalian akan satu rumah. Padahal sebelumnya
kalian banyak sekali ujian, mulai dari nggak punya uang sampai terpisah jauh.
Namun Tuhan menguji itu semua sebelum akhirnya memberikan kenikmatan seperti
sekarang.
Saya tahu mereka berbahagia. Namun kebagiaan mereka
berbeda dengan kebahagiaan yang Saya rasakan. Mereka sedang sibuk mengurus
segala hal yang berkaitan dengan acara pernikahan, sedangkan Saya sungguh
sedang diberikan kebahagiaan nikmat sendiri (single). Saya diberi waktu oleh Tuhan agar fokus dulu membahagiakan
diri sendiri. Saya pikir, jika hati kita tidak digerakan untuk masuk ke dalam
kehidupan percintaan, maka itu adalah nikmat yang datangnya dari Tuhan. Tuhan
suruh kita mencintai dan membahagiakan diri sendiri sampai sepuas-puasnya.
Dimana letak nikmat Tuhannya?
Nikmatnya terletak pada kebahagiaan yang lebih besar
daripada kehidupan percintaan yang sudah pernah Saya lewati. Mungkin, itu karena selama ini Saya tidak pernah membahagiakan diri Saya sendiri dulu secara maksimal.
Thanks to Allah memberikan kesempatan ini. 😊