Sebagai muslim, banyak yang masih keliru dengan
sikap toleransi. Kita ambil saja contohnya perayaan natal yang sebentar lagi
akan di rayakan oleh umat nasrani tanggal 25 Desember nanti. Terus apa
hubungannya dengan kita sebagai muslim?. Hubungannya ada. Dan dari tahun ke
tahun umat muslim akan selalu di hubung-hubungkan dengan perayaan natal ini.
Kita mungkin sering mendengar bahkan sampai
heran bahwa kerabat, teman dan sahabat kita mengucapkan selamat natal kepada
kaum nasrani. Tidak sedikit dari kita juga heran ada yang masih bersikukuh
tidak mau mengucapkan selamat kepada kaum nasrani dalam perayaan natalnya.
Heran karena dia tidak bisa menjelaskan kenapa ia tidak mau mengucapkan ucapan
selamat itu. Bermula dari sini kita langsung menilai bahwa saudara kita “tidak
punya sikap toleransi.”
Sebenarnya, bolehkah kita mengucapkan selamat
natal?. Ada yang bilang boleh. Toh, mereka juga suka ucapkan selamat Idul fitri.
Katanya, ucapan selamat adalah bentuk toleransi dan penting untuk ciptakan
kerukunan antar umat beragama.
Pertama, penting sekali kita pahami apa arti
ucapan selamat itu?. Kedua, penting juga kita pahami apa esensi dari perayaan
natal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ucapan selamat adalah do’a/
penghargaan agar yang di beri ucapan selamat itu dapatkan kebaikan/
keburuntungan.
Apa esensi natal?. Menurut pernyataan besar
KWI PGI (2012), natal adalah perayaan suka cita atas kedatangan/ kelahiran
Tuhan. Bila demikian itu esensi natal, benarkah kita mendo’akan atau
mengharapkan kebaikan atau keburuntungan kepada mereka yang merayakan?.
Sedang Allah SWT menyebut klaim mereka bahwa
Tuhan punya anak sebagai kemungkaran yang amat besar (QS. Maryam : 89).
Hampir saja langit pecah, bumi terbelah dan
gunung-gunung runtuh, oleh karena ucapan itu/ oleh karena tudingan bahwa rabb
punya anak. (QS. Maryam : 90-91)
Klaim Allah punya anak bertentangan seratus
delapan puluh derajat dengan prinsip bahwa rabb itu tidak beranak dan tidak di
peranakkan. (QS. Al-Ikhlas). Tidak ada satupun alasan rasional yang bisa
diterima untuk benarkan klaim bahwa Tuhan punya anak. Tidak ada.
Kalau hanya karena Isa lahir tanpa bapak, maka
ia sebut anak tuhan, mestinya nabi Adam lebih layak sebagai anak tuhan, karena
ia lahir tanpa bapak ibu. Tidak sulit bagi Allah ciptakan manusia tanpa bapak.
Ciptakan manusia tanpa bapak ibu, bahkan ciptakan alam semesta berikut isinya
pun sangat bisa.
Dalam ilmu biologis dikenal istilah partenogenesis, yaitu reproduksi
aseksual dimana terbentuk embrio tanpa fertilisasi. Contohnya komodo. Bila
komodo betina ditaruh di suatu tempat sendirian, ia tetap akan bisa bertelur
dan punya anak. Inilah partenogenesis.
Apakah begitu juga ihwal kelahiran Isa?
Allahu’alam. Yang pasti Allah sampaikan perumpamaan pencipataan Isa itu seperti
Adam. (QS. Ali ‘Imran : 59). Dan yang demikian itu bagi Allah mudah (QS. Maryam
: 21). Kun fayakun.
Isa sendiri tegaskan bahwa ia adalah Abdullah
(Hamba Allah), bukan ibnullah (Anak Allah), yang diberi al-kitab dan dijadikan
nabi (QS. Maryam : 30). Karena itu tegas dinyatakan, sungguh telah kafir orang
yang katakan bahwa Tuhan itu Isa ibnu Maryam dan Tuhan itu satu dari tiga. (QS.
Al-Maidah : 72-73).
Tidak ada itu trinitas, karena tidak ada Tuhan
bapak, tidak ada juga Tuhan anak, dan tidak ada roh kudus. Allahu ahad, lam
yalid walam yulad !.
Yang dimaksud roh kudus tak lain adalah
malaikat Jibril yang diutus Allah kepada siti Maryam, kabarkan bahwa ia bakal
punya anak (QS. Maryam : 17). Karena itu benar kaim bahwa Tuhan punya anak
adalah sebuah kemungkaran yang teramat besar. Pantaslah Allah SWT amat murka
dengan tudingan itu.
Pak SBY yang pernah dituding punya istri lain
sebelum dengan bu Ani saja amat marah, pantaskah di tengah amarah beliau kita
datang kasih ucapan selamat?.
Selamat natal beda dengan selamat idul fitri.
Dalam perayaan natal ada sebuah keyakinan, sedang dalam idul fitri tidak.
Maksudnya idul fitri hanyalah perayaan yang terkait fakta, bahwa hari itu umat
islam berhari raya berbuka, karena memang tidak boleh berpuasa.
Kalau mereka suka ucapkan selamat idul fitri,
lantas maksa kita harus ucapkan selamat natal, mending tidak usah kasih selamat
idul fitri deh. ^^
Kalau kita tidak ucapkan selamat natal, lantas
mereka marah, ketahuan siapa yang tidak toleran?. Batas toleransi kita adalah
membiarkan mereka beribadah menurut agama mereka, dan merayakan apa yang
menurut mereka harus di rayakan tanpa gangguan.
Kalau mereka paksa kita hadir dalam natal
bersama, apalagi suruh jadi panitia, kemudian suruh pakai-pakai atribut natal,
ketahuan lagi siapa yang tidak toleran. Ingat, natal bersama itu dulunya dibuat
sebagai acara bersama antara umat Kristen katolik dan Kristen protestan, yang
sbelumnya bikin sendiri-sendiri.
Jadi, gimana ceritanya kok sekarang natal
bersama diartikan bersama umat kristiani dan umat islam?. waduh-waduh!. Inilah saatnya umat islam berani
menyatakan pendirin Ishaddu bi anna
muslimun wa la takhafahum (janganlah kalian takut pada mereka), takhafuni (takutlah padaku, pada Allah).
Nah, saudaraku. Begitulah sebabnya kenapa kita
tidak boleh mengucapkan selamat natal. Bukan karena kita tidak toleransi, namun
karena ada unsur keyakinan yang sangat bertentangan dengan keyakinan kita. Cukuplah
bagi kita mengatakan lebay kepada saudara kita yang tidak mau mengucapkan.
Dan bagi kita yang sudah paham akan hal ini,
maklumi saja ketika ada yang mencela atau semacamnya terhadap diri kita. Cukup
kita mengerti, mungkin dia belum paham. Untuk itu tugas kita bersamalah untuk
memahamkan mereka. Sampaikanlah walau hanya satu ayat. Sampaikanlah pada mereka
yang kita cintai baik itu orangtua, saudara, teman, sahabat, dosen, dll.
Ya Allah, berikanlah kekuatan pada kami untuk
menyatakan yang benar itu benar, dan yang batil itu batil, serta kekuatan untuk
meninggalkannya. Amin.
Renungkanlah :
".Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka." (HR Ahmad, Abu Dawud, Thabrani)
".Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka." (HR Ahmad, Abu Dawud, Thabrani)
Ini postingan yang sensitif ya :)
BalasHapusiya, sensitif buat yang belum paham :)
HapusYa, makin kemari toleransi memang diidentikkan dengan akulturasi budaya. Tetapi begitulah budaya selalu berubah. Maka peganglah adat masing-masing saja. Hehehe
BalasHapushehe iyap,, kalo megang islam, luntur semua perbedaan budayanya. jadi nyatu, jadi klop :)
Hapussetuju ^_^ lakum diinukum wa lii yadiin = untukmu agamamu dan untukku agamaku..
BalasHapusuntukmu 'perayaanmu' dan untukku 'perayaanku'...
untukkmu 'keyakinanmu' dan untukku 'keyakinanku'..
betul betul betul?? *ala upin ipin* :))
wah awah wah,, ibunya upin-ipin dateng,, hehe..
Hapusbilangin upin-ipin ya, ngajinya yang rajin :D
wah, postinganmu kali ini sangat 'mencerahkan' sekali ya tur ;D
BalasHapushehe,, syukur deh kalo bisa mencerahkan :D
Hapusnuwus sher