Pada tahun 2006, saya merantau ke Kalimantan
Selatan. Saya ikut hidup bersama om saya (adik kandung dari ibu saya) beserta
keluarganya (istri dan anak-anaknya). Selama menjalani kehidupan disana, saya
seperti “anaknya raja”. Kenapa? Karena dikampung itu banyak anak-anak yang
seumuran saya ‘agak’ sungkan buat ngajak saya main. Saya kayak orang yang
diistimewakan. Padahal saya juga bukan siapa-siapa sebenarnya. Yang kaya om
saya, buka saya.
Hidup saya waktu itu antara dimanja dan nggak
dimanja juga sih. Hanya saja saya nggak dibolehin buat main jauh-jauh,
kotor-kotor, cape-capean. Pokoknya dirumah aja. Belajar and belajar. Namanya
juga masih kecil, ya nurut-nurut aja.
Hampir dimana-mana orang kenal sama om saya ini.
Seandainya saya tersesat sekalipun, saya nggak akan khawatir. Saya nggak akan
bingung karena nggak ada GPS. Saya tinggal cari orang dan bilang “tolong antarkan
saya ke rumahnya Haji Alis. Saya nggak tau jalan pulang pak/bu.” Pasti
diantarkan. Sampe segitunya nama om saya ini dikenal oleh orang-orang.
Om saya adalah seorang juragan emas dikampungnya. Dulu
saya sering melihat orang bolak-balik ke rumahnya buat jual beli emas. Nggak
heran kalau ia terkenal, karena ia satu-satunya pedagang emas disitu.
Suatu ketika ibu saya sedang telponan dengan paman
saya, di dalam pembicaraan mereka, mereka sedang membicarakan tentang masa
depan saya. Kemudian om saya tersebut bilang, “nanti kalo Rahman sudah kelas 3,
mau ku ajak dagang. Mau ku ajari dia dagang ikut aku jual emas.”
Singkat cerita saya nggak sampai kelas 3 di Banjar.
Saya kembali pulang kerumah orangtua saya di Kalimantan Timur. Kemudian setelah
lulus SMA, saya kuliah. Selama menjalani kuliah, saya teringat kembali rencana
om saya dulu yang mau menjadikan saya seorang pedagang emas. Kalau saya
pikir-pikir, saya sudah melewati satu kesempatan emas dengan dagang emas
hehehehe. Satu kesempatan yang bisa nambah “cerita” di dalam hidup saya. Saya
hampir saja menjadi seorang pedagang emas. Seorang anak yang bakal di mentor
secara langsung oleh pedagang emas yang sukses.
Tapi mungkin memang ini alur cerita yang sudah
diatur oleh Allah. Kalaupun semua rencana waktu itu berjalan dengan apa adanya,
mungkin saat ini saya sudah menjadi seorang pedagang emas. Bukan mahasiswa.
Seandainya saya jadi pedagang Emas, mungkin saya nggak akan terdampar ke kota
Malang ini. Hidup ini lucu. Hidup ini masih susah buat ditebak.
“Hidup ini kadang-kadang misterius. Kadang
Kita lebih sering menghadapi sesuatu yang nggak kita rencanakan daripada
menghadapi hidup yang penuh dengan dugaan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca. Tolong tinggalkan komentarnya. Karena dengan komentar kalian, blog ini akan semakin bernyawa hehe. Salam, untuk para blogger se-Indonesia. Dari Malang (@akhi_fathur)