Gara-gara salah satu kelompok presentasi di kelas
saya, lalu mereka mengambil contoh Visi perusahaan besar di Indonesia yakni
visi dari PKT, disitulah mereka mengingatkan saya kembali tentang PKT.
Buat yang belum tahu apa itu PKT, PKT itu sebutan
dari perusahaan besar yang ada di kota saya, Kota Bontang, atau kepanjangannya
yaitu PT Pupuk Kaltim. Orang-orang di kota saya lebih familiar menyebutkan PKT atau pupuk daripada menyebut kepanjangannya.
Kemudian para pemateri ini, mengupas satu persatu visi-visinya
PKT. Saya sih mendengarkan, tapi saya mengkhayal. Saya berbicara dengan pikiran
saya sendiri. Saya mengandai-ngandai. Ah, kenapa harus PKT sih yang dijadikan
contoh?
Masalahnya, saya sampai hari ini nggak bisa move on
dari PKT. Padahal saya sudah banyak sekali melihat, mendengar cerita dari
teman-teman saya tentang perusahaan tempat dia bekerja, kunjungan industri yang
saya ikuti dan masih banyak lagi. Tapi tetap juga saya nggak bisa move on dari
PKT.
Dulu bagi saya atau mungkin sebagian besar bagi
anak-anak bontang, takaran kesuksesan itu, kalau bisa lolos PKT/ bisa bekerja
di perusahaan itu. Saya seringkali melihat orang-orang yang berangkat kerja
dengan seragamnya yang khas warna putih keabu-abuan tersebut, buat saya “kok keren
ya? Kapan aku bisa kayak gitu juga. Berangkat pukul 06.15 dari rumah. Pulang
jam 4 sore. Atau bisa tinggal di area perumahan perusahaan PKT.”
Saat ini sih sejujurnya saya sudah tahu bahwa cara
pikir saya dulu itu sempit banget. Saat ini juga saya punya mimpi yang jauh
lebih besar daripada sekedar kerja di perusahaan tersebut. Tapi, tetep aja
keinginan buat bisa masuk dan bekerja disana masih besar banget. Saya masih
nggak bisa move on sama sekali.
Kebanggan kota Bontang setelah PT Badak NGL
kurang lebih seperti inilah pt pupuk kaltim
Kebanggan kota Bontang setelah PT Badak NGL
Seolah-olah saya akan mendapatkan ketenangan kalau
saya kesampaian bisa kerja di PKT. Ah, mengingat ini sebenarnya membuat saya
galau.
Yang membuat saya pengen banget buat masuk PKT itu
karena dari kecil, saya sering melihat teman-teman saya yang notabene
orangtuanya kerja di PKT. Mereka punya fasilitas hidup yang lebih di bandingkan
anak-anak sipil macam saya.
Kemudian juga, beberapa om saya ada yang kerja disana.
Kakak kelas pun juga banyak yang kerja disana. Yang kesemua itu, mereka punya
kekuatan finansial yang kuat. Yah, kuat buat beli rumah, beli mobil,
jalan-jalan ke luar negeri sekeluarga, rekening obisitas, dll. Inilah cikal
bakal keinginan saya untuk bisa kerja disana.
Akhirnya setelah lulus SMP pada tahun 2009, saya
lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan saya ke SMK dan memilih masuk
jurusan elektro. Nggak murni dari hati sih. Hanya saja, saya mengikuti jejaknya
om saya yang dulu sekolah disana dengan jurusan elektro juga. Siapa tahu,
sekolahnya sama, jurusannya sama, terus nasibnya juga sama. Bisa masuk PKT.
Tapi ternyata, nasib saya ngenes.
Saya lulus SMK pada tahun 2012. Pada tahun itu,
sial-sialnya angkatan saya. Banyak perusahaan yang sedang close recruitment
termasuk PKT. Padahal, hampir setiap tahun, PKT selalu buka lowongan. Tapi
entah kenapa ketika angkatan saya lulus, PKT malah nggak buka lowongan. Melawak bos???
Akhirnya saya masuk kuliah. Setelah saya jalan
kuliah hampir 3 bulan, PKT pun menginformasikan buka lowongan lewat website
resminya.
Pada saat itu, Saya ngontrak rumah dengan 3 orang
teman. Berdasarkan persyaratan PKT, mereka bertiga lolos persayaratan. Terus
bagaimana dengan saya? dari persyaratan
itu aja saya sudah nggak lolos. Karena, lulusan elektro tidak sedang dicari.
Saat itu saya kesel banget. Jarang-jarang hal itu terjadi. Soalnya tahun-tahun
sebelumnya, elektro/kelistrikan ini pasti selalu dicari.
Selain itu, pada tahun tersebut yang membuat saya
lebih heran lagi, justru anak-anak SMA jurusan IPA yang lebih dicari. Ini
jarang banget PKT lakukan. Kalaupun tahun-tahun sebelumnya IPA juga dicari, itu
pasti kuotanya sedikit. Tapi tahun itu, beda ceritanya. Kuota IPA justru paling
banyak. Makanya tahun tersebut, anak-anak IPA yang paling banyak lolos PKT.
“Lah terus supaya apa SMK ada bro kalo
ujung-ujungnya yang SMK malah di telantarkan seperti ini?” kira-kira seperti
itu obrolan kami dikontrakan.
Kemudian, Salah satu teman kami dikontrakan yang
anak SMA jurusan IPA itu akhirnya lolos PKT. Kami bertiga yang muni dari SMK malah
kuliah bukannya kerja.
Lucu ya? Jadi kebalik gitu. Yang seharusnya kuliah
itu anak IPA, eh ini malah anak SMK yang kuliah.
Yang menjengkelkan dari PKT belum berakhir sampai
disitu. Tahun 2013, PKT buka lowongan lagi. Tapi, saat itu saya lagi padat-padatnya
kuliah. Kalaupun ikut, pasti setengah-setengah, nggak ada persiapan. Selama
tahun 2013, seingat saya PKT buka lowongan sebanyak 2 atau 3 kali. Kampret
banget kan?
Dari teman-teman saya sejurusan dulu, yang memilih
kuliah cuma 2 orang, saya dan Coki. Sisanya lebih memilih “nyari kerja”. Alhamdulillah
pada tahun 2013, ada 2 orang teman saya yang lolos PKT. Saya ikut bangga sih
tapi sekaligus saya iri juga. Soalnya, mereka lolos di tempat kerja yang saya
inginkan. Yang membuat iri itu makin besar, karena beberapa kali kesempatan
saya tidak mengikuti perekrutan PKT. Karena saya di suruh fokus kuliah dulu
oleh kedua orangtua saya. Saya di larang pulang ke Bontang.
Ah, sial-sial !!
Tapi sebenarnya juga, dari hati saya lebih memilih
kuliah dulu daripada bekerja. Soalnya masih muda banget, sayang kalau usia
semuda itu nggak di manfaatkan untuk pendidikan setingi-tingginya.
Saya mengabaikan perusahaan yang banyak bertebaran
itu. Masalah saya cuma sama PKT. Sampai-sampai saya punya prinsip, “kalau saya
nggak kerja di PKT, saya lebih milih kuliah.” Saya lebih milih kuliah daripada
saya mencari kerja di tempat lain. Saya mau bekerja, tapi di PKT. Prinsip macam
apa ini? Haha.
Masuk tahun 2014, PKT pun buka lowongan lagi
sebanyak 3 kali kalau nggak salah. “garai mangkel to? Tahun 2012 biyen nggak onok.
Mari 2012, wakeh oprek-oprekan.”
Kemudian, tahun 2015 pun PKT buka lowongan lagi
sebanyak 3 kali. Disini saya sudah benar-benar hampir berhasil move on. Saya
sudah benar-benar “bodo amat” sama PKT. Saya mau fokus kuliah dan saya mau
wujudkan cita-cita saya.
Eh tapi ternyata, move on tidak sebercanda itu.
Saya pulang ke bontang 2 hari sebelum lebaran idul fitri. Setelah lebaran,
dapat kabar baik dari grup BBM teman-teman sekolah dulu.
“PKT BUKA LOWONGAN LAGI. DAN KALI INI PKT NERIMA
BANYAK KARYAWAN. SOALNYA BANYAK KARYAWAN ANGKATAN LAMA YANG PENSIUN DI
BULAN-BULAN SEBELUMNYA.”
Memang pada saat itu, saya mendengar dari
orang-orang yang terpercaya, PKT sedang membuka kuota banyak. Saya jadi
bimbang, ikut apa enggak.
Pada saat itu, proses perekrutan terbilang cepat.
Hanya satu bulan berdasarnya schedulenya. Padahal biasanya berbulan-bulan.
Berhubung saya masih ada libur kuliah satu bulan,
saya pun akhirnya ikut masukkan lamaran. Karena ini oprek besar-besaran.
Peserta yang daftar pun sebanyak 700 orang. Itu sudah termasuk S1 dan D3.
Gilak, banyak banget.
Tapi kali ini, saya mengikuti tes kerja tersebut bukan
karena saya menginginkan PKT lagi. Walaupun masih ada sedikit-sedikit keinginan
itu. Namanya juga hampir berhasil move on. Tetapi niat saya cuma satu. Saya
cuma mau ngebanggain ibu saya dan bisa membiayai kuliahnya adek saya. Saya cuma
pengen itu.
Kemudian, setiap hari saya belajar tentang tes
kerjanya. Saya baca-baca di internet. Saya pinjam buku. Saya belajar bareng
sama teman saya yang sudah kerja di perusahaan besar tapi masih pengen ikut tes
PKT juga. Semua usaha ini saya lakukan supaya bisa lolos.
Tes PKT pun tiba. di TKP, Saya betemu banyak teman
saya. kakak-kakak kelas, adek-adek kelas. Semua ada disana dengan wajah-wajah
pencari kerja. Saya yang masih terbilang kagok ini, datang kesana dengan baju
kemaja yang di keluarkan dan pakai sandal. Tapi saya tetap bawa Ikat pinggang
dan sepatu pantopel di dalam tas.
Ternyata di TKP, semuanya rapi-rapi culun. Haha.
Saya pun langsung segera ikut-ikutan rapi juga. Yang saya pikirkan. “oh begini
toh rasanya melamar pekerjaan. Ternyata nggak enak sama sekali. Harus ini harus
itu. Ribet. Dan secara sifat dasar, saya memang tidak suka sesuatu yang ribet.
Tapi bukan berarti saya menyukai sesuatu instan juga.
“weh, ada Fathur. Tumben kamu ikut-ikut tes kerja
begini thur?” kata teman sekolah saya dulu.
“iya nih, nyoba-nyoba ikut. Siapa tau rezeki.
Mumpung masih di Bontang juga.” Jawab saya.
Berdasarkan jadwal, tes kerja dimulai jam 1. Tapi
realitanya, baru di mulai jam 2 lewat.
Oh Indonesia. Kalo janjian nggak bisa di rubah jadi
cepet, minimal internetnya yang di rubah jadi cepet. Ini bobrok keduanya. -____-
Saya kaget, ternyata yang saya pelajari untuk tes
kerja tersebut beda dengan soalnya. Di tambah lagi, waktu pengerjaannya sangat
sedikit. Jadi, benar-benar terbatas.
Untuk pertama kalinya saya mengikuti tes PKT ini. Sesuatu
banget. Pengalaman banget.
Rata-rata teman-teman saya sudah yang kedua kalinya
mengikuti tes tersebut di PKT dan juga sudah sering mengikuti tes kerja di
banyak kesempatan. Sehingga komentarnya setelah keluar dari ruangan, “soalnya
gampang ya. Sama kayak soal-soal sebelumnya”
Asem. Saya agak iri dalam hati. Jadi ternyata
soalnya itu mirip-mirip dengan tes-tes sebelumnya.
Sebenarnya saya sudah mau balik ke Malang, tapi
karena nunggu pengumuman hasil tesnya ini apakah saya lanjut ke tahap
berikutnya apa enggak, makanya saya dengan sabar nunggu di Bontang. Ternyata
pengumuman tersebut tidak sesuai jadwal.
Pengumuman baru keluar 2 hari setelah tanggal
semestinya. Saya melihat satu persatu nama. Dari 700 pelamar, seingat saya
sekitar 200 lebih yang lolos ke tahap berikutnya. Gilak banget.
Dan nama saya tidak ada di pengumuman tersebut.
Saya tidak kecewa, karena saya sudah menduga kalau saya sepertinya nggak lanjut
ke tahap berikutnya. Tapi yang saya kecewakan, saya belum bisa bikin orangtua
saya bangga dengan saya masuk di PKT tersebut. Ini bukan rahasia umum lagi,
mayoritas orangtua di Bontang, lebih bangga ketika anaknya bekerja di
perusahaan besar seperti PKT misalnya daripada kuliah.
Untungnya, saya masih punya bapak, yang lebih
mengharapkan saya punya pendidikan yang lebih tinggi.
Hanya ini kekecewaan yang saya rasakan. Bukan
karena nggak lolosnya. Tapi lebih kepada ingin membahagiakan ibu saya.
Kemudian setelah baca pengumuman itu, saya meminta maaf kepada oragtua saya. Pertama ke ibu saya. Tapi ibu
saya malah jawab dengan santai. “yasudah gakpapa. Namanya juga belum rejeki.
Gak usah dipikirin.”
Kemudian yang kedua, kepada bapak saya. Disini yang
paling membuat saya terharu. Pas malam hari ketika saya meminta maaf kepada
bapak saya atas ketidak berhasilan saya pada perekrutan PKT tersebut, bapak
saya justru bilang,
“minta maaf kenapa? Aneh-aneh aja kamu ini.
Tau kah? Kalaupun
seandainya kamu lolos di PKT, abah sama sekali gak bangga sama kamu. Aku gak
setuju kalau kamu harus berhenti kuliah terus kerja. Kau dulu masuk kuliah
susah kan? selesaikan aja itu dulu. Cuma tinggal berapa tahun lagi kan. Sabar
aja. Abah dari awal memang gak kena di hati kamu ikut-ikut tes PKT itu. Sudah,
kamu fokus kuliah dulu. Duit itu, nanti bisa dicari.
Apa yang kita cari di dunia ini ha? Uang bisa habis,
tapi ilmu nggak akan pernah habis. Ilmu itu yang nanti kamu pegang, ilmu itu
yang nanti kamu bawa kalau abah sudah nggak ada. Abah nggak bisa ninggali kamu
duit banyak, tapi seenggaknya abah bisa ngasih kamu ilmu dengan nguliahkan kamu
ini. Abah bangga anak-anak abah bisa kuliah.
Sebenarnya air mata saya sudah mau keluar karena
terharu itu, tapi karena saya gengsi, jadinya saya tahan sekuat mungkin. Kemudian
saya jawab,
“bukannya apa-apa bah. Tapi aku cuma mau bahagiain pian
sama ama aja.”
Setelah itu saya malah di marahin, karena saya
ngomong aneh-aneh kata bapak saya. kemudian, Saya malah di suruh booking tiket
pesawat.
Sudah. sana sudah. Tukar dah tiket.”
Malam itu pun saya langsung booking tiket pesawat
untuk keesokannya.
Keesokannya, pas di terminal sebelum saya masuk
bis. Saya sempatkan untuk memeluk bapak saya. Hal itu pertama kalinya saya
lakukan. Padahal saya tidak biasa seperti itu. Tapi karena dorongan hati, ya makanya
saya lakukan. Bapak saya kaget. Mungkin yang ada dalam pikiran beliau, “anak
ini kenapa?”
“Bukannya
kenapa-kenapa bah. Tapi aku seperti merasa bersalah aja.” Dalam hati saya.
Akhirnya saya masuk ke dalam bis sambil mengucapkan
salam, dan kemudian bis saya pun berangkat.
***
***
Pernah ada pengalaman waktu melamar pekerjaan pakai outfit untuk nongki gitu akhirnya jadi pusat perhatian gitu wkwk duh malunya bukan main xD
BalasHapuswkwk,, gakpapa wid jadi pusat perhatian. yang penting gak sampe jadi pusat gravitasi aja ya hahaha.
Hapusduhhhh gw suka sama kata-kata bapak lo tur! suer dah. berasa bapak sendiri yang ngomong, gw jadi ikutan terharu >.<
BalasHapusyaaaaaaah, mungkin lo emang ga jodoh sama PKT
tulisandarihatikecilku.blogspot.co.id
iya. mungkin aku jodohnya sama CHEVRON GROUP atau TOTAL INDONESIA kali ya nanti. aamiin ^^
HapusDi kaltim emang PKT, Badak LNG, KPC, Pertamina, udah paling juara. Kebanggaan tersendiri kalau masuk di salah satunya.
BalasHapusGue berasa di tampar sama kata bapak lo.
yoi ben. makanya dulu pengen masuk sana.
HapusHuaaaaa. Kamu hebat, dari jaman sekolah udah punya tempat kerja idaman. Memang idaman banget tuh PKT. Tapi itu keren banget sampe buka lowongan lebih dari sekali. Mana yang ikut juga banyak banget. Ckckck.
BalasHapusNgelamar kerja trus ngaret itu nggak enak banget ya. Aku juga ngerasain itu. Dari yang awalnya deg-deg an, karena ngaret jadinya malah ngantuk karena kelamaan nunggu. Huhu.
Bapak kamu so sweet, Thur. Mau banget anaknya kuliah. Ya, mungkin belum saatnya kamu kerja. Fokus menuntut ilmu dulu. Memang restu orangtua itu magis ya. Kalau orangtua nggak mengijinkan, Allah nggak mewujudkan. :')
magis banget cha. tetp ikuti apa maunya orangtua selagi itu masih sesuai juga sama hati anaknya..
Hapusmaknya cha, kalo orangtua suruh makan ya makan. kalo di suruh jangan begadang ya jangan begadang. haha
Tes kerja kalo dah terbiasa rata rata sepola tur
BalasHapusOrang tua emang gitu tur, kita ga enak klo blum berhasil, tapi yang diharapkan ortu sebenernya bukan proses akhirnya, tapi perjalanan menjemput pekerjaan itu yang menjadikan kita kaya akan pengalaman..smangat trus ya
iya mbak.. manut aja sama orangtua hehe. thanks mbak Nita :)
HapusAyahmu bijaksana ya :))
BalasHapusHmm... tenanglah, nikmati dulu jalan yang udah ditentukan buatmu. Aku pun sama kok, pernah nggak bisa move on dari apa yang gagal aku dapatkan. Masuk STAN. Masuk UGM. Tapi, yaaa akhirnya dinikmati. Meskipun nggak nikmat-nikmat amat :'
meskipun nggak nikmat-nikmat amat. itu kata-kata yang mewakili hati dah feb. haha
Hapus