Jumat, 08 April 2016

Belum Bisa Move On dari PKT


Gara-gara salah satu kelompok presentasi di kelas saya, lalu mereka mengambil contoh Visi perusahaan besar di Indonesia yakni visi dari PKT, disitulah mereka mengingatkan saya kembali tentang PKT.

Buat yang belum tahu apa itu PKT, PKT itu sebutan dari perusahaan besar yang ada di kota saya, Kota Bontang, atau kepanjangannya yaitu PT Pupuk Kaltim. Orang-orang di kota saya lebih familiar menyebutkan PKT atau pupuk daripada menyebut kepanjangannya.

Kemudian para pemateri ini, mengupas satu persatu visi-visinya PKT. Saya sih mendengarkan, tapi saya mengkhayal. Saya berbicara dengan pikiran saya sendiri. Saya mengandai-ngandai. Ah, kenapa harus PKT sih yang dijadikan contoh?

Masalahnya, saya sampai hari ini nggak bisa move on dari PKT. Padahal saya sudah banyak sekali melihat, mendengar cerita dari teman-teman saya tentang perusahaan tempat dia bekerja, kunjungan industri yang saya ikuti dan masih banyak lagi. Tapi tetap juga saya nggak bisa move on dari PKT.

Dulu bagi saya atau mungkin sebagian besar bagi anak-anak bontang, takaran kesuksesan itu, kalau bisa lolos PKT/ bisa bekerja di perusahaan itu. Saya seringkali melihat orang-orang yang berangkat kerja dengan seragamnya yang khas warna putih keabu-abuan tersebut, buat saya “kok keren ya? Kapan aku bisa kayak gitu juga. Berangkat pukul 06.15 dari rumah. Pulang jam 4 sore. Atau bisa tinggal di area perumahan perusahaan PKT.”

Saat ini sih sejujurnya saya sudah tahu bahwa cara pikir saya dulu itu sempit banget. Saat ini juga saya punya mimpi yang jauh lebih besar daripada sekedar kerja di perusahaan tersebut. Tapi, tetep aja keinginan buat bisa masuk dan bekerja disana masih besar banget. Saya masih nggak bisa move on sama sekali.

kurang lebih seperti inilah pt pupuk kaltim 

Kebanggan kota Bontang setelah PT Badak NGL

Seolah-olah saya akan mendapatkan ketenangan kalau saya kesampaian bisa kerja di PKT. Ah, mengingat ini sebenarnya membuat saya galau.

Yang membuat saya pengen banget buat masuk PKT itu karena dari kecil, saya sering melihat teman-teman saya yang notabene orangtuanya kerja di PKT. Mereka punya fasilitas hidup yang lebih di bandingkan anak-anak sipil macam saya.

Kemudian juga, beberapa om saya ada yang kerja disana. Kakak kelas pun juga banyak yang kerja disana. Yang kesemua itu, mereka punya kekuatan finansial yang kuat. Yah, kuat buat beli rumah, beli mobil, jalan-jalan ke luar negeri sekeluarga, rekening obisitas, dll. Inilah cikal bakal keinginan saya untuk bisa kerja disana.

Akhirnya setelah lulus SMP pada tahun 2009, saya lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan saya ke SMK dan memilih masuk jurusan elektro. Nggak murni dari hati sih. Hanya saja, saya mengikuti jejaknya om saya yang dulu sekolah disana dengan jurusan elektro juga. Siapa tahu, sekolahnya sama, jurusannya sama, terus nasibnya juga sama. Bisa masuk PKT.


Tapi ternyata, nasib saya ngenes.

Saya lulus SMK pada tahun 2012. Pada tahun itu, sial-sialnya angkatan saya. Banyak perusahaan yang sedang close recruitment termasuk PKT. Padahal, hampir setiap tahun, PKT selalu buka lowongan. Tapi entah kenapa ketika angkatan saya lulus, PKT malah nggak buka lowongan. Melawak bos???
Akhirnya saya masuk kuliah. Setelah saya jalan kuliah hampir 3 bulan, PKT pun menginformasikan buka lowongan lewat website resminya.

Pada saat itu, Saya ngontrak rumah dengan 3 orang teman. Berdasarkan persyaratan PKT, mereka bertiga lolos persayaratan. Terus bagaimana dengan saya?  dari persyaratan itu aja saya sudah nggak lolos. Karena, lulusan elektro tidak sedang dicari. Saat itu saya kesel banget. Jarang-jarang hal itu terjadi. Soalnya tahun-tahun sebelumnya, elektro/kelistrikan ini pasti selalu dicari.

Selain itu, pada tahun tersebut yang membuat saya lebih heran lagi, justru anak-anak SMA jurusan IPA yang lebih dicari. Ini jarang banget PKT lakukan. Kalaupun tahun-tahun sebelumnya IPA juga dicari, itu pasti kuotanya sedikit. Tapi tahun itu, beda ceritanya. Kuota IPA justru paling banyak. Makanya tahun tersebut, anak-anak IPA yang paling banyak lolos PKT.


“Lah terus supaya apa SMK ada bro kalo ujung-ujungnya yang SMK malah di telantarkan seperti ini?” kira-kira seperti itu obrolan kami dikontrakan.

Kemudian, Salah satu teman kami dikontrakan yang anak SMA jurusan IPA itu akhirnya lolos PKT. Kami bertiga yang muni dari SMK malah kuliah bukannya kerja.

Lucu ya? Jadi kebalik gitu. Yang seharusnya kuliah itu anak IPA, eh ini malah anak SMK yang kuliah.

Yang menjengkelkan dari PKT belum berakhir sampai disitu. Tahun 2013, PKT buka lowongan lagi. Tapi, saat itu saya lagi padat-padatnya kuliah. Kalaupun ikut, pasti setengah-setengah, nggak ada persiapan. Selama tahun 2013, seingat saya PKT buka lowongan sebanyak 2 atau 3 kali. Kampret banget kan?

Dari teman-teman saya sejurusan dulu, yang memilih kuliah cuma 2 orang, saya dan Coki. Sisanya lebih memilih “nyari kerja”. Alhamdulillah pada tahun 2013, ada 2 orang teman saya yang lolos PKT. Saya ikut bangga sih tapi sekaligus saya iri juga. Soalnya, mereka lolos di tempat kerja yang saya inginkan. Yang membuat iri itu makin besar, karena beberapa kali kesempatan saya tidak mengikuti perekrutan PKT. Karena saya di suruh fokus kuliah dulu oleh kedua orangtua saya. Saya di larang pulang ke Bontang.

Ah, sial-sial !!

Tapi sebenarnya juga, dari hati saya lebih memilih kuliah dulu daripada bekerja. Soalnya masih muda banget, sayang kalau usia semuda itu nggak di manfaatkan untuk pendidikan setingi-tingginya.

Saya mengabaikan perusahaan yang banyak bertebaran itu. Masalah saya cuma sama PKT. Sampai-sampai saya punya prinsip, “kalau saya nggak kerja di PKT, saya lebih milih kuliah.” Saya lebih milih kuliah daripada saya mencari kerja di tempat lain. Saya mau bekerja, tapi di PKT. Prinsip macam apa ini? Haha.

Masuk tahun 2014, PKT pun buka lowongan lagi sebanyak 3 kali kalau nggak salah. “garai mangkel to? Tahun 2012 biyen nggak onok. Mari 2012, wakeh oprek-oprekan.”

Kemudian, tahun 2015 pun PKT buka lowongan lagi sebanyak 3 kali. Disini saya sudah benar-benar hampir berhasil move on. Saya sudah benar-benar “bodo amat” sama PKT. Saya mau fokus kuliah dan saya mau wujudkan cita-cita saya.

Eh tapi ternyata, move on tidak sebercanda itu. Saya pulang ke bontang 2 hari sebelum lebaran idul fitri. Setelah lebaran, dapat kabar baik dari grup BBM teman-teman sekolah dulu.

“PKT BUKA LOWONGAN LAGI. DAN KALI INI PKT NERIMA BANYAK KARYAWAN. SOALNYA BANYAK KARYAWAN ANGKATAN LAMA YANG PENSIUN DI BULAN-BULAN SEBELUMNYA.”

Memang pada saat itu, saya mendengar dari orang-orang yang terpercaya, PKT sedang membuka kuota banyak. Saya jadi bimbang, ikut apa enggak.

Pada saat itu, proses perekrutan terbilang cepat. Hanya satu bulan berdasarnya schedulenya. Padahal biasanya berbulan-bulan.

Berhubung saya masih ada libur kuliah satu bulan, saya pun akhirnya ikut masukkan lamaran. Karena ini oprek besar-besaran. Peserta yang daftar pun sebanyak 700 orang. Itu sudah termasuk S1 dan D3. Gilak, banyak banget.


Tapi kali ini, saya mengikuti tes kerja tersebut bukan karena saya menginginkan PKT lagi. Walaupun masih ada sedikit-sedikit keinginan itu. Namanya juga hampir berhasil move on. Tetapi niat saya cuma satu. Saya cuma mau ngebanggain ibu saya dan bisa membiayai kuliahnya adek saya. Saya cuma pengen itu.

Kemudian, setiap hari saya belajar tentang tes kerjanya. Saya baca-baca di internet. Saya pinjam buku. Saya belajar bareng sama teman saya yang sudah kerja di perusahaan besar tapi masih pengen ikut tes PKT juga. Semua usaha ini saya lakukan supaya bisa lolos.

Tes PKT pun tiba. di TKP, Saya betemu banyak teman saya. kakak-kakak kelas, adek-adek kelas. Semua ada disana dengan wajah-wajah pencari kerja. Saya yang masih terbilang kagok ini, datang kesana dengan baju kemaja yang di keluarkan dan pakai sandal. Tapi saya tetap bawa Ikat pinggang dan sepatu pantopel di dalam tas. 


Ternyata di TKP, semuanya rapi-rapi culun. Haha. Saya pun langsung segera ikut-ikutan rapi juga. Yang saya pikirkan. “oh begini toh rasanya melamar pekerjaan. Ternyata nggak enak sama sekali. Harus ini harus itu. Ribet. Dan secara sifat dasar, saya memang tidak suka sesuatu yang ribet. Tapi bukan berarti saya menyukai sesuatu instan juga.

“weh, ada Fathur. Tumben kamu ikut-ikut tes kerja begini thur?” kata teman sekolah saya dulu.
  
“iya nih, nyoba-nyoba ikut. Siapa tau rezeki. Mumpung masih di Bontang juga.” Jawab saya.

Berdasarkan jadwal, tes kerja dimulai jam 1. Tapi realitanya, baru di mulai jam 2 lewat.

Oh Indonesia. Kalo janjian nggak bisa di rubah jadi cepet, minimal internetnya yang di rubah jadi cepet. Ini bobrok keduanya.  -____-

Saya kaget, ternyata yang saya pelajari untuk tes kerja tersebut beda dengan soalnya. Di tambah lagi, waktu pengerjaannya sangat sedikit. Jadi, benar-benar terbatas.

Untuk pertama kalinya saya mengikuti tes PKT ini. Sesuatu banget. Pengalaman banget.

Rata-rata teman-teman saya sudah yang kedua kalinya mengikuti tes tersebut di PKT dan juga sudah sering mengikuti tes kerja di banyak kesempatan. Sehingga komentarnya setelah keluar dari ruangan, “soalnya gampang ya. Sama kayak soal-soal sebelumnya”

Asem. Saya agak iri dalam hati. Jadi ternyata soalnya itu mirip-mirip dengan tes-tes sebelumnya.

Sebenarnya saya sudah mau balik ke Malang, tapi karena nunggu pengumuman hasil tesnya ini apakah saya lanjut ke tahap berikutnya apa enggak, makanya saya dengan sabar nunggu di Bontang. Ternyata pengumuman tersebut tidak sesuai jadwal.

Pengumuman baru keluar 2 hari setelah tanggal semestinya. Saya melihat satu persatu nama. Dari 700 pelamar, seingat saya sekitar 200 lebih yang lolos ke tahap berikutnya. Gilak banget.

Dan nama saya tidak ada di pengumuman tersebut. Saya tidak kecewa, karena saya sudah menduga kalau saya sepertinya nggak lanjut ke tahap berikutnya. Tapi yang saya kecewakan, saya belum bisa bikin orangtua saya bangga dengan saya masuk di PKT tersebut. Ini bukan rahasia umum lagi, mayoritas orangtua di Bontang, lebih bangga ketika anaknya bekerja di perusahaan besar seperti PKT misalnya daripada kuliah.

Untungnya, saya masih punya bapak, yang lebih mengharapkan saya punya pendidikan yang lebih tinggi.

Hanya ini kekecewaan yang saya rasakan. Bukan karena nggak lolosnya. Tapi lebih kepada ingin membahagiakan ibu saya.

Kemudian setelah baca pengumuman itu, saya meminta maaf kepada oragtua saya. Pertama ke ibu saya. Tapi ibu saya malah jawab dengan santai. “yasudah gakpapa. Namanya juga belum rejeki. Gak usah dipikirin.”

Kemudian yang kedua, kepada bapak saya. Disini yang paling membuat saya terharu. Pas malam hari ketika saya meminta maaf kepada bapak saya atas ketidak berhasilan saya pada perekrutan PKT tersebut, bapak saya justru bilang,

“minta maaf kenapa? Aneh-aneh aja kamu ini.

 Tau kah? Kalaupun seandainya kamu lolos di PKT, abah sama sekali gak bangga sama kamu. Aku gak setuju kalau kamu harus berhenti kuliah terus kerja. Kau dulu masuk kuliah susah kan? selesaikan aja itu dulu. Cuma tinggal berapa tahun lagi kan. Sabar aja. Abah dari awal memang gak kena di hati kamu ikut-ikut tes PKT itu. Sudah, kamu fokus kuliah dulu. Duit itu, nanti bisa dicari.

Apa yang kita cari di dunia ini ha? Uang bisa habis, tapi ilmu nggak akan pernah habis. Ilmu itu yang nanti kamu pegang, ilmu itu yang nanti kamu bawa kalau abah sudah nggak ada. Abah nggak bisa ninggali kamu duit banyak, tapi seenggaknya abah bisa ngasih kamu ilmu dengan nguliahkan kamu ini. Abah bangga anak-anak abah bisa kuliah.

Sebenarnya air mata saya sudah mau keluar karena terharu itu, tapi karena saya gengsi, jadinya saya tahan sekuat mungkin. Kemudian saya jawab,

“bukannya apa-apa bah. Tapi aku cuma mau bahagiain pian sama ama aja.”

Setelah itu saya malah di marahin, karena saya ngomong aneh-aneh kata bapak saya. kemudian, Saya malah di suruh booking tiket pesawat.

Sudah. sana sudah. Tukar dah tiket.”

Malam itu pun saya langsung booking tiket pesawat untuk keesokannya.

Keesokannya, pas di terminal sebelum saya masuk bis. Saya sempatkan untuk memeluk bapak saya. Hal itu pertama kalinya saya lakukan. Padahal saya tidak biasa seperti itu. Tapi karena dorongan hati, ya makanya saya lakukan. Bapak saya kaget. Mungkin yang ada dalam pikiran beliau, “anak ini kenapa?”

“Bukannya kenapa-kenapa bah. Tapi aku seperti merasa bersalah aja.” Dalam hati saya.

Akhirnya saya masuk ke dalam bis sambil mengucapkan salam, dan kemudian bis saya pun berangkat.

***

12 komentar:

  1. Pernah ada pengalaman waktu melamar pekerjaan pakai outfit untuk nongki gitu akhirnya jadi pusat perhatian gitu wkwk duh malunya bukan main xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwk,, gakpapa wid jadi pusat perhatian. yang penting gak sampe jadi pusat gravitasi aja ya hahaha.

      Hapus
  2. duhhhh gw suka sama kata-kata bapak lo tur! suer dah. berasa bapak sendiri yang ngomong, gw jadi ikutan terharu >.<

    yaaaaaaah, mungkin lo emang ga jodoh sama PKT

    tulisandarihatikecilku.blogspot.co.id

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya. mungkin aku jodohnya sama CHEVRON GROUP atau TOTAL INDONESIA kali ya nanti. aamiin ^^

      Hapus
  3. Di kaltim emang PKT, Badak LNG, KPC, Pertamina, udah paling juara. Kebanggaan tersendiri kalau masuk di salah satunya.

    Gue berasa di tampar sama kata bapak lo.

    BalasHapus
  4. Huaaaaa. Kamu hebat, dari jaman sekolah udah punya tempat kerja idaman. Memang idaman banget tuh PKT. Tapi itu keren banget sampe buka lowongan lebih dari sekali. Mana yang ikut juga banyak banget. Ckckck.

    Ngelamar kerja trus ngaret itu nggak enak banget ya. Aku juga ngerasain itu. Dari yang awalnya deg-deg an, karena ngaret jadinya malah ngantuk karena kelamaan nunggu. Huhu.

    Bapak kamu so sweet, Thur. Mau banget anaknya kuliah. Ya, mungkin belum saatnya kamu kerja. Fokus menuntut ilmu dulu. Memang restu orangtua itu magis ya. Kalau orangtua nggak mengijinkan, Allah nggak mewujudkan. :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. magis banget cha. tetp ikuti apa maunya orangtua selagi itu masih sesuai juga sama hati anaknya..

      maknya cha, kalo orangtua suruh makan ya makan. kalo di suruh jangan begadang ya jangan begadang. haha

      Hapus
  5. Tes kerja kalo dah terbiasa rata rata sepola tur
    Orang tua emang gitu tur, kita ga enak klo blum berhasil, tapi yang diharapkan ortu sebenernya bukan proses akhirnya, tapi perjalanan menjemput pekerjaan itu yang menjadikan kita kaya akan pengalaman..smangat trus ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak.. manut aja sama orangtua hehe. thanks mbak Nita :)

      Hapus
  6. Ayahmu bijaksana ya :))

    Hmm... tenanglah, nikmati dulu jalan yang udah ditentukan buatmu. Aku pun sama kok, pernah nggak bisa move on dari apa yang gagal aku dapatkan. Masuk STAN. Masuk UGM. Tapi, yaaa akhirnya dinikmati. Meskipun nggak nikmat-nikmat amat :'

    BalasHapus
    Balasan
    1. meskipun nggak nikmat-nikmat amat. itu kata-kata yang mewakili hati dah feb. haha

      Hapus

Terimakasih sudah membaca. Tolong tinggalkan komentarnya. Karena dengan komentar kalian, blog ini akan semakin bernyawa hehe. Salam, untuk para blogger se-Indonesia. Dari Malang (@akhi_fathur)