Senin, 22 Desember 2014

Cuma Ngucapin Aja. Masa Gak boleh? Lebay !!


Sebagai muslim, banyak yang masih keliru dengan sikap toleransi. Kita ambil saja contohnya perayaan natal yang sebentar lagi akan di rayakan oleh umat nasrani tanggal 25 Desember nanti. Terus apa hubungannya dengan kita sebagai muslim?. Hubungannya ada. Dan dari tahun ke tahun umat muslim akan selalu di hubung-hubungkan dengan perayaan natal ini.

Kita mungkin sering mendengar bahkan sampai heran bahwa kerabat, teman dan sahabat kita mengucapkan selamat natal kepada kaum nasrani. Tidak sedikit dari kita juga heran ada yang masih bersikukuh tidak mau mengucapkan selamat kepada kaum nasrani dalam perayaan natalnya. Heran karena dia tidak bisa menjelaskan kenapa ia tidak mau mengucapkan ucapan selamat itu. Bermula dari sini kita langsung menilai bahwa saudara kita “tidak punya sikap toleransi.”

Agar tidak saling mengatakan ini dan itu kepada saudara kita sendiri, maka kita harus mengetahui sikap seperti apa yang harus kita ambil dalam menyikapi perayaan natal ini. Agar paradigma kita tentang toleransi bisa sejalan dan sepaham antara satu dengan yang lainnya. Agar tidak saling mengatakan lebay karena tidak mau mengucapkan itu.

Sebenarnya, bolehkah kita mengucapkan selamat natal?. Ada yang bilang boleh. Toh, mereka juga suka ucapkan selamat Idul fitri. Katanya, ucapan selamat adalah bentuk toleransi dan penting untuk ciptakan kerukunan antar umat  beragama.

Pertama, penting sekali kita pahami apa arti ucapan selamat itu?. Kedua, penting juga kita pahami apa esensi dari perayaan natal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ucapan selamat adalah do’a/ penghargaan agar yang di beri ucapan selamat itu dapatkan kebaikan/ keburuntungan.

Apa esensi natal?. Menurut pernyataan besar KWI PGI (2012), natal adalah perayaan suka cita atas kedatangan/ kelahiran Tuhan. Bila demikian itu esensi natal, benarkah kita mendo’akan atau mengharapkan kebaikan atau keburuntungan kepada mereka yang merayakan?.

Sedang Allah SWT menyebut klaim mereka bahwa Tuhan punya anak sebagai kemungkaran yang amat besar (QS. Maryam : 89).

Hampir saja langit pecah, bumi terbelah dan gunung-gunung runtuh, oleh karena ucapan itu/ oleh karena tudingan bahwa rabb punya anak. (QS. Maryam : 90-91)

Klaim Allah punya anak bertentangan seratus delapan puluh derajat dengan prinsip bahwa rabb itu tidak beranak dan tidak di peranakkan. (QS. Al-Ikhlas). Tidak ada satupun alasan rasional yang bisa diterima untuk benarkan klaim bahwa Tuhan punya anak. Tidak ada.

Kalau hanya karena Isa lahir tanpa bapak, maka ia sebut anak tuhan, mestinya nabi Adam lebih layak sebagai anak tuhan, karena ia lahir tanpa bapak ibu. Tidak sulit bagi Allah ciptakan manusia tanpa bapak. Ciptakan manusia tanpa bapak ibu, bahkan ciptakan alam semesta berikut isinya pun sangat bisa.

Dalam ilmu biologis dikenal istilah partenogenesis, yaitu reproduksi aseksual dimana terbentuk embrio tanpa fertilisasi. Contohnya komodo. Bila komodo betina ditaruh di suatu tempat sendirian, ia tetap akan bisa bertelur dan punya anak. Inilah partenogenesis.

Apakah begitu juga ihwal kelahiran Isa? Allahu’alam. Yang pasti Allah sampaikan perumpamaan pencipataan Isa itu seperti Adam. (QS. Ali ‘Imran : 59). Dan yang demikian itu bagi Allah mudah (QS. Maryam : 21). Kun fayakun.

Isa sendiri tegaskan bahwa ia adalah Abdullah (Hamba Allah), bukan ibnullah (Anak Allah), yang diberi al-kitab dan dijadikan nabi (QS. Maryam : 30). Karena itu tegas dinyatakan, sungguh telah kafir orang yang katakan bahwa Tuhan itu Isa ibnu Maryam dan Tuhan itu satu dari tiga. (QS. Al-Maidah : 72-73).

Tidak ada itu trinitas, karena tidak ada Tuhan bapak, tidak ada juga Tuhan anak, dan tidak ada roh kudus. Allahu ahad, lam yalid walam yulad !.

Yang dimaksud roh kudus tak lain adalah malaikat Jibril yang diutus Allah kepada siti Maryam, kabarkan bahwa ia bakal punya anak (QS. Maryam : 17). Karena itu benar kaim bahwa Tuhan punya anak adalah sebuah kemungkaran yang teramat besar. Pantaslah Allah SWT amat murka dengan tudingan itu.

Pak SBY yang pernah dituding punya istri lain sebelum dengan bu Ani saja amat marah, pantaskah di tengah amarah beliau kita datang kasih ucapan selamat?.

Selamat natal beda dengan selamat idul fitri. Dalam perayaan natal ada sebuah keyakinan, sedang dalam idul fitri tidak. Maksudnya idul fitri hanyalah perayaan yang terkait fakta, bahwa hari itu umat islam berhari raya berbuka, karena memang tidak boleh berpuasa.

Kalau mereka suka ucapkan selamat idul fitri, lantas maksa kita harus ucapkan selamat natal, mending tidak usah kasih selamat idul fitri deh. ^^

Kalau kita tidak ucapkan selamat natal, lantas mereka marah, ketahuan siapa yang tidak toleran?. Batas toleransi kita adalah membiarkan mereka beribadah menurut agama mereka, dan merayakan apa yang menurut mereka harus di rayakan tanpa gangguan.


Kalau mereka paksa kita hadir dalam natal bersama, apalagi suruh jadi panitia, kemudian suruh pakai-pakai atribut natal, ketahuan lagi siapa yang tidak toleran. Ingat, natal bersama itu dulunya dibuat sebagai acara bersama antara umat Kristen katolik dan Kristen protestan, yang sbelumnya bikin sendiri-sendiri.

Jadi, gimana ceritanya kok sekarang natal bersama diartikan bersama umat kristiani dan umat islam?. waduh-waduh!. Inilah saatnya umat islam berani menyatakan pendirin Ishaddu bi anna muslimun wa la takhafahum (janganlah kalian takut pada mereka), takhafuni (takutlah padaku, pada Allah).

Nah, saudaraku. Begitulah sebabnya kenapa kita tidak boleh mengucapkan selamat natal. Bukan karena kita tidak toleransi, namun karena ada unsur keyakinan yang sangat bertentangan dengan keyakinan kita. Cukuplah bagi kita mengatakan lebay kepada saudara kita yang tidak mau mengucapkan.


Dan bagi kita yang sudah paham akan hal ini, maklumi saja ketika ada yang mencela atau semacamnya terhadap diri kita. Cukup kita mengerti, mungkin dia belum paham. Untuk itu tugas kita bersamalah untuk memahamkan mereka. Sampaikanlah walau hanya satu ayat. Sampaikanlah pada mereka yang kita cintai baik itu orangtua, saudara, teman, sahabat, dosen, dll.


Ya Allah, berikanlah kekuatan pada kami untuk menyatakan yang benar itu benar, dan yang batil itu batil, serta kekuatan untuk meninggalkannya. Amin.

Renungkanlah :
".Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka." (HR Ahmad, Abu Dawud, Thabrani)

8 komentar:

  1. Ya, makin kemari toleransi memang diidentikkan dengan akulturasi budaya. Tetapi begitulah budaya selalu berubah. Maka peganglah adat masing-masing saja. Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe iyap,, kalo megang islam, luntur semua perbedaan budayanya. jadi nyatu, jadi klop :)

      Hapus
  2. setuju ^_^ lakum diinukum wa lii yadiin = untukmu agamamu dan untukku agamaku..
    untukmu 'perayaanmu' dan untukku 'perayaanku'...
    untukkmu 'keyakinanmu' dan untukku 'keyakinanku'..
    betul betul betul?? *ala upin ipin* :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah awah wah,, ibunya upin-ipin dateng,, hehe..
      bilangin upin-ipin ya, ngajinya yang rajin :D

      Hapus
  3. wah, postinganmu kali ini sangat 'mencerahkan' sekali ya tur ;D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe,, syukur deh kalo bisa mencerahkan :D
      nuwus sher

      Hapus

Terimakasih sudah membaca. Tolong tinggalkan komentarnya. Karena dengan komentar kalian, blog ini akan semakin bernyawa hehe. Salam, untuk para blogger se-Indonesia. Dari Malang (@akhi_fathur)