Senin, 02 Februari 2015

Tanamkan Sikap Memberi Dalam Diri

Kemaren ketika saya bosan di dalam rumah kemudian saya pun keluar. Keluar rumah maksudnya, mau duduk-duduk di teras depan. Lalu saya memihat tanaman tebu di samping kanan rumah saya. Tiba-tiba aja langsung kepengen makan tebu gitu.

Saya bilang kepada bapak saya yang kebetulan lagi ada di dekat situ kalo saya lagi pengen makan tebu. Saya bertanya tebu yang manis yang mana bah? Karena sudah terlalu lama tidak makan tebu, saya jadi lupa yang mana yang bagus untuk di konsumsi.


Kata bapak saya ambil parangnya dulu di dalam, terus potong yang agak hitaman. Segera saya ambil parang dan saya langsung ke tempat tebu itu. Kemudian bapak saya datang dan ngajarin cara ngupas tebunya.

Saya duduk di teras depan rumah sambil makan tebu kemudian sambil melihat tebu-tebu yang tumbuh sangat banyak itu, saya teringat kembali ketika dulu saya masih kecil (SD). Teringat bahwa dulu di gang kediaman saya ini sama sekali tidak ada satupun tebu yang tumbuh.

Sesekali saya main ke rumah teman-teman saya dulu (baca : Ngebolang). Biasalah anak kecil yang suka ngebolang kemana-mana waktu kecilnya. Saat itu, saya di ajak teman saya makan tebu yang tumbuh di depan rumahnya.

Mungkin teman saya inilah yang pertama kali mengenalkan kepada saya tentang tebu. Sebelumnya, saya tidak tau tebu itu apa. Terkadang mereka cerita-cerita di sekolah tentang tebu. Mereka menggambarkan tebu itu enak, manis, dll.
Saya cuma bisa mendengar, tidak bisa membayangkan seperti apa bentuk dan rasanya. Yang saya tau, “kayaknya enak banget.” Karena terlalu sering mendengar cerita dari mereka tentang tebu, saya jadi sangat penasaran dan ingin mencobanya juga.

Lalu suatu hari saya main ke rumah mereka, kemudian saya di ajak makan tebu. Saya suka waktu itu karena tebunya manis banget. Kemudian saya Tanya kepada mereka, “ini cara nanam tebu kayak gimana?”

“Ya kamu potong aja bagian atasnya yang ada daunnya itu, terus kamu tancap ke tanah. Nanti kamu bawa pulang aja satu tebu ini. Nanti aku potongin” kata teman saya waktu itu.

Nah, moment kali ini yang paling saya ingat banget. Jadi waktu itu, Saya bawa tebu yang besar dan panjang pakai sepeda. Badan saya ketika itu juga masih kecil. Saya bawa dari rumah teman saya sampai rumah. Lumayan jauh perjalanan di tambah lagi saya naik sepeda sekitar jam 14.30 WITA yang masih terik-teriknya matahari.

Selain itu saya melewati jalan besar yang rame banget. Karena memang cuma jalan itu yang ada. Seandainya ada jalan-jalan tikus mungkin saya akan lebih milih lewat jalan tikus itu. Tapi karena tidak ada ya mau gak mau harus lewat jalan besar.  Ya perasaan malu ya pasti ada. Bawa-bawa tebu seperti itu sendiri kan malu (dulu).

Belum selesai sampai disitu, ketika saya sampai di depan gang rumah saya, ada tetangga-tetangga saya yang sedang ngerumpi yang nyuruh saya stop. Biasa, ibu-ibu jam siang seperti itu kalo sudah ngumpul, pasti ngerumpi. hehe Kita skip ya ngerumpinya.

Saya di suruh berenti oleh salah satu ibu-ibu yang ada disitu. “eh, man. Sini dulu. Darimana kamu dapat tebu itu?. wiih besarnya na tebunya.”

“Dari rumah teman saya tante disana.” Jawab saya sambil nunjuk ke arah utara. Ngerti aja kan kalo anak kecil di Tanya jalan? Jawabannya pake tunjukan. “disana” tanpa menunjukkan nama tempat dan jalannya.

“tante minta sedikit ya man tebunya. Segini aja. *sambil nunjuk dari pergelangan tangan sampai siku.

Tolong garis bawahi ya kata-kata tadi. Kata yang “sedikit”

Kata “sedikit” disini sedikit takarannya orang Indonesia ya. Sedikit berarti artinya “banyak”

“Sebentar” berarti artinya “lama”

“Jam 3” berarti artinya “jam 5”

“gampang” berartinya artinya “tidak dikerjakan”

“nanti malam” berarti artinya “besok pagi”

Dan masih banyak lagi yang bagi orang Indonesia mengartikannya dengan arti yang tidak sebenarnya.

Nah, apakah anda tau ketika itu tante tersebut motong tebu saya seberapa banyak?. Dia motong tebunya persis seperti yang dia bilang “sedikit” dengan arti yang tidak sebenarnya.

Dia ternyata motong panjang dari jari sampai bahu orang dewasa. Dan dia ngambil bagian tebu yang manisnya. Saya di sisakan sedikit di bagian yang tidak manisnya.

Karena saya belum mengerti saat itu yang mana bagian manis atau tidak. Saya rela aja gitu ngasihkan. Yang saya tau waktu itu saya di sisakan sedikit. Yang jelas, saya tidak bisa makan banyak bahkan tidak cukup untuk adek-adek saya dan orang di rumah saya. Padahal  maksud saya itu, bawa tebu ke rumah agar saya bisa berbagi bersama adek-adek saya.

Akhirnya saya tau bahwa rasanya tidak manis. Pas itu saya sangat marah, kesal, jengkel sama tetangga saya itu. Ngambil seenaknya, gak pake perasaan dan pengertian. Saya yang bawa jauh-jauh dengan usaha sendiri, eh dianya yang ngambil enaknya.

Di tengah-tengah saya menggurutu, kemudian bapak saya menasehati saya. “Yasudah, sabar aja. Orang sabar itu di sayang Allah. Ikhlas aja sudah. Nanti pasti dapat lagi.  Sini bibitnya Abah tanam.”

Dengar nasehat bapak saya, saya diam. Gak ngegerutu lagi. Terus saya pergi main.

Satu hari setelah tebu itu di tanam, saya selalu berharap agar tebu itu segera tumbuh dan banyak menghasilkan tebu lagi. Setiap sore saya siramin air pohon tebunya itu. Setiap hari saya selalu membayangkan ketika tebu-tebu itu tumbuh subur dan banyak tebu-tebu tumbuh di halaman.

Tiga bulan kemudian, pucuk di cinta ulampun tiba. Tebu itu ternayata tumbuh, tapi masih kecil-kecil. Dengan perasaan senang dan saya harus tetap sabar untuk nungguin itu. Saya siramin air dan terus saya siram setiap hari.

Kesabaran itu buahnya memang manis. Tebu-tebu yang dulu di tanam, sekarang sudah banyak dan berlimpah seperti tanaman liar. Sangking banyaknya di halaman depan rumah saya, sampai-sampai bapak saya tebang habis tebu-tebu yang ada di halaman rumah saya itu. Walau begitu tebunya tetap tumbuh terus. Inilah yang dimaksud dengan berlimpah.

Maha suci Allah, yang memberikan rezeki berlipat ketika kita mau ikhlas berikan 1 aja apa yang kita punya. Kalo saya katakan pake bahasa 2014 ya, tuh tebu sekarang udah tumpah-tumpah, sampe gak kemakan lagi hehe. dan parahnya lagi sekarang tidak Cuma tumbuh di halaman rumah saya aja, tapi di tanah oranglain juga tumbuh. Kebetulan di samping kanan rumah saya tanah kosong, tanahnya tetangga yang mau dijual. Mungkin ada yang berminat untuk membeli, siapa tau kita bisa tetanggaan. Hehehe

Saya makan tebu itu sambil senyum-senyum ingat masa kecil saya. Saya masih gak habis fikir, dulu disini (halaman saya, daerah kediaman saya) tidak ada sama sekali tumbuhan tebu. Eh sekarang justru banyak sekali tebu-tebu yang tumbuh disini. Saya teringat kembali bagaimana dulu saya mendapatkan dan membawa bibitnya pulang.

“siapa yang menanam, maka dia yang akan memanen.”

Bagi saya filosofi ini artinya tidak sempit.

Sekarang, siapapun yang mau ambil tebu ya ambil saja. Itupun kalau seandainya di bagi-bagikan kepada tetangga di daerah saya, sampai mereka enek juga bahkan sampai mereka sakit gigi sekalipun gara-gara makan tebu, insyaAlloh tebu-tebu itu tidak akan habis sanking banyaknya tebu yang tumbuh.

Bersamaan dengan nanam tebu itu, bapak saya juga nanam pohon kelapa. Dulu ketika pohon kelapanya masih kecil dan baru pertama kalinya berbuah, sudah ada tetangga yang minta. Padahal keluarga saya belum nyobain istilahnya “ngerasain buahnya”

Ternyata sudah diminta. Ya namanya juga tetangga kan, ya kita berusaha untuk selalu menjaga kerukunan. Masa cuma karena kelapa entar gak teguran, kan seperti orang yang tidak berpendidikan jadinya. Iya gak?

Kelapa di samping rumah saya ini juga Alhamdulillah sangat berlimpah, entah sudah berapa kali tetangga minta. Sudah sangat sering di petik kelapanya, tapi masih terus berbuah. Sekarang pohon kelapanya sudah tinggi.

Saya sempat kaget kemaren, karena saya baru sadar sudah lama tidak melihat pohon tersebut. Sekarang sudah tinggi dan buahnya tetap banyak. Dulu kalo mau petik kelapa masih bisa pake kursi tinggi. Sekarang sudah tidak bisa lagi. Harus pake tangga.

Subhanallah, Cuma gara-gara kemaren makan tebu sambil nostalgia sedikit, saya belajar bahwa ketika kita mau berbagi, maka Allah sebagai pihak yang memberi rezeki akan terus menambah rezeki itu. Tidak sekedar di tambah namun dibuat berlimpah oleh sang maha.

Jangankan kepada orang yang suka memberi, kepada orang yang pelit sekalipun bahkan sama dirinya sendiri pelit, Allah masih kasih tuh rezeki kepadanya, masih murah terhadapnya. Apalagi dengan orang yang murah kepada sesama, Kepada orang yang suka nolong dan meringankan beban oranglain. Sudah pasti Allah akan menambah terus rezeki padanya hingga berlipat-lipat. :)

Salam kenal dan untuk lebih kenal atau sekedar ngobrol-ngobrol Follow aja twitter saya : @akhi_fathur

2 komentar:

  1. nasihat seorang ayah emang untuk membangun :)
    yap, kita harus memberi. jangan jadi orang yang pelit untuk berbagi..

    BalasHapus

Terimakasih sudah membaca. Tolong tinggalkan komentarnya. Karena dengan komentar kalian, blog ini akan semakin bernyawa hehe. Salam, untuk para blogger se-Indonesia. Dari Malang (@akhi_fathur)