Sumber gambar: Google
Siang tadi, saya makan di warteg. Saya ditepuk dari belakang. “Pelan-pelan aja thur makannya.” Ternyata dua teman kos saya makan di tempat familiar ini juga.
Makan sambil menanggapi cerita-cerita dari Murli,
semakin menghidupkan suasana siang yang menyenangkan. Sayur sop yang menjadi
santapan terakhir, memberikan peringatan bahwa waktu telah berlalu begitu saja,
mungkin sudah lewat dari 10 menit. Nggak terasa.
Obrolan random
pun masih berlanjut. Disini, saya lebih banyak mendengarkan dan menanggapi. Mulai
dari obrolan receh, politik, anime, teman-teman kos.
Nah, cerita teman-teman kos inilah yang menarik. Saya
pun baru tahu karena Murli cerita. Sebelum saya ulas, saya ingin memberikan
sedikit gambaran terlebih dahulu bagaimana kos-kosan saya.
Kos-kosan yang saya tempati ini, bisa dibilang
kecil dan sederhana. Hanya delapan kamar dengan posisi empat kamar di bawah dan
empat kamar lagi di lantai dua. Yah, pokoknya kos-kosan yang aman dari pajak
lah intinya :D.
Untuk kamar-kamar yang berada di bawah, diisi oleh,
emm anggap saja satu geng yang mana orang-orang yang menempatinya merupakan
orang-orang peralihan dari kos satu ke kos yang sekarang. Jadi, empat orang
pindah ke kosan yang sekarang secara serentak termasuk salah satunya saya
sendiri. Salam dua jari. Peace!
Sedangkan kamar-kamar atas, diisi oleh orang-orang
yang belum saling mengenal sebelumnya. Sehingga, hubungan teman perkosan mereka, tidak selem dlukol anak kamar bawah. Misalnya saja,
ketika lampu mati, atau internet sedang ngajak ribut (gangguan), anak-anak atas
di kamar masing-masing atau pilihan lainnya pergi keluar. Kami yang anak bawah,
langsung cangkrukan (nongkrong) di depan kamar Murli apabila hal-hal sial itu
terjadi.
Asumsi pun muncul. Kami yang berada di bawah, tahu,
kalau anak atas merupakan anak kampus cilok. Lalu, bagi anak atas sendiri,
menganggap bahwa kami yang di kamar bawah, semuanya merupakan anak kampus
cireng.
Asumsi mereka ada benarnya. Ya, mayoritas kami anak
kampus cireng walaupun salah satu diantaranya merupakan anak kampus cilok.
Nah, yang paling mencolok dari anak-anak kamar
bawah ialah teman saya yang dari kampus cilok tersebut merupakan pemain DOTA. Biasanya
ia main dari siang sampai ketemu pagi lagi. Hampir setiap hari seperti itu. Selain
si pemain dota ini, kami bertiga juga lebih sering berada di kos. Termasuk saya
juga, mungkin.
Suasana kamar bawah kalau pagi hari – siang sepi
seperti kuburan karena jam tidur semua hahaha. Biasanya hanya saya saja yang
lalu lalang pagi hari buat bersih-bersih. Tetapi, kalau siang – larut malam,
selalu rame bak ada sepuluh kamar. Apalgi si pemain dota, asik sendiri. Karena terlalu
asik ngegame, sampai-sampai lupa
kalau suaranya setiap hari selalu menyelimuti kos-kosan. Tapi saya senang kalau
di kos ada dia. Kos menjadi lebih aman hehe.
Sedangkan anak atas, sering sekali riwa-riwi
berangkat kuliah, beli makan, atau hanya sekedar keluar. Biar lebih mudahnya,
saya berikan satu kata untuk mereka. “sibuk” ketimbang kami. Mungkin mereka
jadi mikir, kenapa anak bawah ini selalu di kos yak?. Nggak pernah kemana-mana.
Setiap mereka turun, motor-motor kami selalu berada di tempatnya. Orang-orangnya
selalu ada di kamar.
Kembali ke cerita Murli. Salah satu dari anak kamar
atas baru saja lulus. Lulus kuliah. Sampai suatu hari, Murli berpapasan di
pagar dengan anak kamar atas yang baru lulus itu. Kita sebut saja namanya
Toktok. Dia nanya ke Murli,
“Mas, kampus cireng masih libur kah?.”
“Enggak mas. Sudah masuk dari awal Bukan Februari
kemaren.” Jawab Murli.
“Oh gitu. Anak bawah nggak kuliah mas? Kok santai.”
Kata Toktok dengan suara yang kian lama semakin pelan.
“Hemm.. santai (dalam hati).” “Iya mas.” Tutup
Murli.
***
Mendengar cerita itu, saya langsung tertawa. Jadi,
sekian lama ini kita hidup berdampingan (anak kamar atas dan bawah), ternyata
anak atas menyimpan kebingungan dan pertanyaan yang akhirnya ia tanyakan
beberapa waktu lalu itu. Dan lucunya, mereka menilai kita santai hahaha.
Saya akui, kita berempat memang lebih sering
terlihat santai, sih. Apalagi si
pemain dota tersebut, hidupnya sangat-sangat teramat santai banget-banget hahaha.
Saya serius! Bukan lebay lho!.
Padahal pada kenyataannya, kami bertiga + satu,
walaupun terlihat santai, tapi pada dasarnya kami punya urusan masing-masing. Seperti
dua kamar di samping saya, saat ini sedang sibuk menggeluti skripsi mereka. Sedangkan
saya, sibuk menulis cerita ini. Hahaha.
Sekarang, dari cerita Murli tersebut, saya menjadi
tahu, apakah sebegitu berhasilnya kami berempat menutupi kesibukan kami
masing-masing?. Apapun penilaian itu, menurut saya seru, sih.
Santai atau nggak santainya kami yang di kamar
bawah, yang perlu diketahui, seharusnya anak kamar atas berterima kasihlah pada
kami yang berada di bawah. Karena, kami selama dua tahun ini, sudah menjaga
kos-kosan aman terkendali.
Ya bagaimana nggak aman? Maling kalau mau main
sulap ke kos-kosan saya, kudu mikir-mikir dulu, tuh. Soalnya, anak-anak bawah selalu stay di kos-kosan. Dan kami punya sistem shift keamanan yang
terbentuk oleh alam. Untuk shift pagi, ada security yang menjaga kos. Siapa? Saya.
Saya yang sering lalu lalang di pagi hari.
Kalau shift siang, dua kamar di samping kamar saya
yang jaga. Mereka aktif sampai malam hari. Lalu, untuk shift malamnya kami
serahkan pada si hantu dota itu dengan keseruan game online yang ia mainkan,
kemudian suara-suara teriakannya beserta kata-kata misuh yang ia lontarkan, Kos-kosan
aman sentosa sampai pagi lagi.
Maling yang berusaha mencari celah, sepertinya
harus pulang untuk mengantar anaknya pergi sekolah hahaha.
-Satu pemain antagonis, hanya mengantongi rasa
kecewa :D
Semoga dengan adanya shift keamanan, sepatu brandid aman dari maling yang pengen nge-hits..
BalasHapusSemoga :)
Hapus