Rabu, 21 Februari 2018

Membuang Kebiasaan Baik itu Gampang!

“Kebiasaan merupakan suatu aktivitas yang sudah mendarah daging di dalam diri kita”

Oke, kebiasaan bisa saya artikan seperti itu.

Bayangin, suatu aktivitas yang sudah mendarah daging!

Kebiasaan ini ada dua, kebiasaan baik dan buruk. Berarti, kebiasaan ini bisa berdampak baik maupun berdampak buruk terhadap kita.

Ada dua kabar yang perlu kita ketahui. Pertama kabar baik. Yang kedua kabar buruk.

Kabar baiknya yaitu kebiasaan bisa kita ciptakan. Kebiasaan itu bisa kita bangun sampai akhirnya mendarah daging.

Sedangkan kabar buruknya ialah kebiasaan baik punya aturan main yang berbeda dengan kebiasaan buruk, yang mana kalau kita ingin membangun kebiasaan baik, maka kita perlu motivasi yang besar, perlu tenaga yang lebih, segalanya dibangun dengan sungguh-sungguh, butuh waktu panjang, butuh kesabaran.

Kemudian lakukan sebaliknya, tidak perlu bersusah payah mencari motivasi, nggak butuh tenaga yang besar, nggak usah direncanakan, nggak butuh waktu yang panjang, nggak pakai sabar-sabaran maka terciptalah kebiasaan buruk itu. Kebiasaan buruk merupakan kebiasaan yang paling mudah dibentuk.

Belum selesai.

Kebiasaan buruk masih lebih unggul lagi dalam satu hal. Kebiasaan buruk, kalau sudah terbentuk, sulit sekali untuk dibuang. Sedangkan kebiasaan baik, yang sudah bersusah payah kita bangun tersebut, sekali saja muncul niat untuk membuangnya. Nggak butuh waktu yang lama. Bim sulabim, hilang. Hilang dimakan rindu. –paan sih.

Pada kebiasaan kita yang baik, sekali saja kita mencoba untuk tidak melakukannya, otak secara otomatis akan merekam dan menyimpulkan bahwa rasanya enak. Contohnya, kita terbiasa nabung nih. Sehari Rp. 2000 misalnya. Dengan asumsi uang saku kita Rp. 10.000 (anak SMP). Besoknya nyobain jajan sampai Rp 10.000. Dibilang enak, ya enak hari itu. Karena dapat nasi campur dan minum. Besoknya lagi, suara di dalam otak sudah beda. Niatnya mau nabung Rp. 2000, tapi cuma bisa jajan gorengan. Perut nggak kenyang, nggak dapat minum pula. Sehingga kesimpulan di dalam otak, “enakan seperti kemaren dapat nasi dan minum. Besok ajalah nabungnya.” Besok, besok dan besok hingga akhirnya kebiasaan baik sebelumnya itu, hilang dengan sendirinya. Bim sulabim kan? Hehe.

Itu hanya contoh kecil saja. Saya menulis ini, karena saya sadar, ada beberapa kebiasaan baik yang sudah saya bangun bertahun-tahun, satu persatu hilang. Apabila kebiasaan baik hilang, berarti akan tumbuh kebiasaan yang buruk. Begitu pula sebaliknya, apabila kebiasaan buruk hilang, maka kebiasaan baik akan tumbuh karena pada dasarnya,

“Kebiasaan baik dan buruk selalu berlomba-lomba untuk menjadi bagian dari darah dan daging kita”

***

Dulu, saya punya kebiasaan shalat tepat waktu. Kalau keadaanya memungkinkan, saya pasti ikut shalat jamaah di masjid terdekat. Tapi, ketika sudah masuk ke dalam dunia perkuliahan dengan berbagai macam kesibukan, berbagai macam masalah yang dihadapi, dan segala macam cerita di perkuliahan yang menguras energi itu, kebiasaan baik saya pun hilang di telan rindu itu tadi. –paan sih.

Masalahnya bukan terletak pada kesibukan ataupun masalah yang sedang saya hadapi, tetapi karena saya mungkin pernah nyoba sekali untuk “yaudah, nanti aja shalatnya. Masih panjang juga waktunya. Masih capek banget nih sumpah. Sudah pewe duduk di kantin angin-anginan dulu.”

Yaelah, cuma shalat tepat waktu doang. Lebay ah. Yang penting tu tetap shalat.

Oke saya paham dengan sanggahan seperti itu. Tetapi, yang menjadi poin saya adalah kebiasaan baik saya dulu ialah menata jam aktivitas saya dalam sehari. Kebiasaan baik saya menuntun saya pada kedisiplinan. Di dalam islam, shalat ada lima waktu. Yang artinya, jam-jam aktivitas kita telah ditata. Bukankah ini sesuatu yang baik yang mana mengingatkan kita terhadap waktu sehingga kita seolah-olah diberikan peringatan apabila kita bekerja atau sedang melakukan sebuah aktivitas tersebut secara berlebihan atau tidak?

Adanya jam-jam shalat tersebut agar kita bisa menata dengan baik rencana harian, bisa juga memberikan waktu kepada kita untuk rileks sejenak, tentu saja hal-hal baik ini, dapat membentuk kita menjadi pribadi yang disiplin terhadap waktu.

Namun, kebiasaan baik saya hilang. Karena saya telah “mencoba sekali” absen untuk tidak melakukannya. Sehingga kebiasaan itu langsung berubah menjadi kebiasaan buruk. “menunda-nunda”

Saya juga punya kebiasaan baik yang lain yaitu dulu saya tidak suka begadang. Tetapi, kebiasaan baik saya yang satu ini hilang dan sekarang hampir setiap hari saya begadang kalau nggak jam 12 atau lebih, baru saya bisa tidur. Padahal kebiasaan ini fatal banget untuk kesehatan saya di masa yang akan datang. Walaupun kebiasaan buruk ini bukan atas dasar kemauan saya sendiri pada awalnya. Tapi, hal ini terjadi sudah pasti karena saya pernah keluar dari kebiasaan baik saya tersebut.

Lanjut, kebiasaan baik saya yang lainnya yaitu dulu hampir setiap bulan saya pasti beli satu atau dua buah buku. Saya anggarkan uang saya buat beli buku. Lagi dan lagi, kebiasaan ini hilang. Sudah dua tahun terakhir ini, saya tidak pernah membeli buku lagi. Akibatnya, saya jadi malas membaca.

Terakhir, Satu kebiasaan baik saya yang hilang ialah dulu saya sangat pantang sekali berkata misuh. Dua puluh tahun lebih saya jauh dari kata-kata misuh. Sampai suatu ketika saya mencoba sekali untuk berkata misuh mulai dari yang halus-halus seperti anjir, kampret, dan sebagainya. Akhirnya tanpa sadar kebiasaan buruk itu, tumbuh di dalam diri saya. Mungkin hal ini karena saya terbiasa dengan lingkungan saya yang sekarang yang mana kata-kata tersebut sepertinya hal yang wajar. Padahal ini salah. Jelas salah. 100% salah!

Saya sadari, ada banyak sekali kebiasaan baik saya yang hilang. Beberapa kebiasaan yang saya bagikan tersebut, hanyalah beberapa dari sekian kebiasaan-kebiasaan baik saya, yang sudah hilang. Saya menulis ini dengan penuh rasa sesal dan kesal. Kenapa bisa hilang? Padahal dalam membangun kebiasaan-kebiasaan baik tersebut, bukanlah hal yang mudah.

Tetapi saya sadar, sesal dan kesal tersebut tidak begitu banyak berguna bagi hidup saya. Yang bisa saya lakukan adalah mereset ulang dan kembali seperti sebelumnya.

Semoga pembaca yang budiman (hihihi), ketika membaca tulisan ini, kemudian teringat akan kebiasaan baik yang pernah dimiliki, namun hilang juga karena apapun alasannya, saya hanya bisa berkata :

“yuk, kita kembali lagi pada kebiasaan baik kita masing-masing.”

2 komentar:

  1. sekali kau meninggalkan kebiasaan baik, maka akan terjadi untuk yang keduakalinya

    Follow back ya http://ridous.blogspot.com dulu kamu pernal follow blog saya namun kehapus blognya. saling follow lah

    BalasHapus

Terimakasih sudah membaca. Tolong tinggalkan komentarnya. Karena dengan komentar kalian, blog ini akan semakin bernyawa hehe. Salam, untuk para blogger se-Indonesia. Dari Malang (@akhi_fathur)