Senin, 23 Maret 2020

#10 Hari Menulis Singkat | Yayan dan Yeyen


Tahun 2020 ini, dapat dikatakan tahun yang memberikan Saya sedikit angin segar. Saya masih bisa tersenyum tulus, tertawa lepas, Saya juga sedikit bisa lebih jujur tentunya dalam ekspresi dan perasaan yang Saya rasakan. Hampir satu tahun berjalan, Saya hidup dalam kepura-puraan. Pura-pura tidak terjadi apa-apa, pura-pura bahagia, pura-pura seolah Saya tidak punya luka yang begitu dalamnya hanya agar teman yang berbaik hati menemani Saya tidak ikut-ikutan moodnya berubah menjadi sedih. Kan nanti nggak asik.

Yayan dan Yeyen merupakan sepasang kekasih yang sudah melewati banyak asam garam di dalam kisah percintaan mereka. Lebih dari setengah dekade, bisa kita jadikan acuan bahwa cinta mereka bukanlah cinta kaleng-kaleng. Saya salut dan ikut bangga kepada teman Saya ini karena tahun ini mereka akan menikah selayaknya manusia normal pada umumnya.

Yayan, lelaki tangguh nan pantang menyerah hingga mencapai titik dimana keadaanlah yang bertekuk lutut padanya. Sedangkan Yeyen, Wanita yang kesetiaan maupun kesabarannya telah teruji. Kesetiaan yang ia punya, menjadi nilai yang paling mahal yang ia miliki saat ini dan apa yang telah diraih oleh Yayan, sangat pantas dinikmati juga oleh Yeyen. Kalian berdua merupakan takdir Tuhan yang luar biasa. Kalian memang terlahir untuk bersama dan saling menikmati nikmat Tuhan itu.

Saya pernah berkata kepada Yayan di sela-sela obrolan kami. “Yeyen sudah ditakdirkan dan pantas menikmati apa yang sudah kamu raih ini. Karena tidak akan ada wanita yang setia padamu selain dia.”

Yayan menjawab, “Ya. Walaupun dengan kondisiku sekarang, banyak sekali godaan.”

Saya membatin, “Saya tahu. Saya mengenal kamu sudah lama. Kamu laki-laki baik, kamu tidak akan macam-macam. Kamu punya logika sehat.”  

Tahun 2020 ini, Saya banyak dibantu oleh mereka berdua. Khususnya Yayan, Saya berterima kasih sekali. Saya respect padamu. Ternyata kondisimu sekarang tidak membuatmu star syndrome. Kamu pernah melewati hidup seperti Saya dan kamu tidak melupakan itu sehingga tanganmu masih begitu ringannya membantu Saya saat tidak ada satupun tangan yang bisa membantuku sejauh ini. Bantuanmu merupakan jembatan bagi impian yang sedang Saya kejar. Saya berterima kasih, tentu do’a tersambung padamu.

Kami bertiga sesekali makan bareng, masak-masak bareng, nonton bareng, nongkrong bareng. Kami pun tidak mempermasalahkan keadaan tersebut. Saya menghargai mereka yang berbahagia, mereka pun menghargai Saya juga. Kami saling support dan saling mempererat persaudaraan.

Ditengah-tengah makanan yang sedang kami makan di warung andalan Saya, Saya pun tersenyum melihat kebahagiaan yang mereka raih sekarang. Perasaan bangga, Perasaan semangat, kalian mudah mau jalan kemana saja, makan sama-sama bahkan sebentar lagi kalian akan satu rumah. Padahal sebelumnya kalian banyak sekali ujian, mulai dari nggak punya uang sampai terpisah jauh. Namun Tuhan menguji itu semua sebelum akhirnya memberikan kenikmatan seperti sekarang.

Saya tahu mereka berbahagia. Namun kebagiaan mereka berbeda dengan kebahagiaan yang Saya rasakan. Mereka sedang sibuk mengurus segala hal yang berkaitan dengan acara pernikahan, sedangkan Saya sungguh sedang diberikan kebahagiaan nikmat sendiri (single). Saya diberi waktu oleh Tuhan agar fokus dulu membahagiakan diri sendiri. Saya pikir, jika hati kita tidak digerakan untuk masuk ke dalam kehidupan percintaan, maka itu adalah nikmat yang datangnya dari Tuhan. Tuhan suruh kita mencintai dan membahagiakan diri sendiri sampai sepuas-puasnya.

Dimana letak nikmat Tuhannya?

Nikmatnya terletak pada kebahagiaan yang lebih besar daripada kehidupan percintaan yang sudah pernah Saya lewati. Mungkin, itu karena selama ini Saya tidak pernah membahagiakan diri Saya sendiri dulu secara maksimal.

Thanks to Allah memberikan kesempatan ini. 😊

1 komentar:

Terimakasih sudah membaca. Tolong tinggalkan komentarnya. Karena dengan komentar kalian, blog ini akan semakin bernyawa hehe. Salam, untuk para blogger se-Indonesia. Dari Malang (@akhi_fathur)