Sabtu, 08 Februari 2014

Kita Lebih Beruntung Dari Seorang Pemulung

Belajar gak Cuma ada disekolah, tapi belajar yang lebih luas ternyata ada dikehidupan kita sehari-hari. Kita belajar dari pengalaman, belajar dari kesalahan, belajar dari orang yang lebih tua, belajar dari film yang kita tonton, dsb. Kadang-kadang kita gak sadar ada pelajaran yang sangat berharga yang sudah kita lewatkan bahkan sudah kita sia-siakan.

Tadi malam, saya main ke rumah teman saya. Namanya dillah. Kita udah temenan lama, mulai dari SMP. Dulu sih kita sama-sama anak baru pas masih SMP. Stop!!! Bukan asal-usul pertemanan kami yang mau saya ceritakan, Tapi ini tentang video yang tadi malam saya tonton bareng dillah.

Awalnya sih gak sengaja kita buka youtube, terus ketemu sama video judulnya “pemulung ganteng.” Kami kira video apa, ternyata video acara hitam putih tahun lalu. Kita tonton, ternyata luarr biasa. Vidionya sangat menginspirasi bagi saya.

Singkat cerita, isi dari video itu adalah dia (namanya wahyu) sudah jadi pemulung sejak kelas 4 SD. Karena dia memang terlahir dari keluarga yang tidak berada. Sehingga keadaan memang memaksa dia untuk menjadi seorang pemulung. Karena duit dari hasil mulung, digunakan buat biaya sekolah. Ini yang membuat bulu kuduk saya berdiri.

Dia mulung dari kelas 4 SD sampai kuliah. Bahkan, sudah sampai tahap nyusun sekripsi (2013) luar biasa. Mulai biayain sekolah sendiri dari awal masuk SMP sampai dengan kuliah.

Pernah juga ketika keluarganya belum memiliki TV, kemudian dia punya tekad untuk membeli TV buat Ibunya. Dia mulung pendapatannya Rp. 3000 s/d Rp. 7000 per hari. Selama  1 tahun dia kumpulkan dan akhirnya bisa membeli TV supaya Ibunya gak nonton di rumah tetangga lagi. *keren.

Vidionya sih gak saya tonton sampai habis, karena masih panjang sedangkan waktu sudah jam 9 lewatan dan saya harus pulang (tau-tau diri dikit kalo bertamu :D). Tapi dari sedikit video yang saya tonton itu, banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Pertama, orang-orang yang seperti itu seharusnya menjadi tamparan keras bagi kita yang sampai hari ini masih bisa sekolah dan makan 3 kali sehari. Alasan apa lagi untuk banyak mengeluh.

Bahkan kadang-kadang kita ketika mengeluh, seolah masalah kita lah yang paling berat. Padahal masih banyak orang yang mengalami masalah jauh lebih berat daripada kita, namun mereka tetap bisa sabar dan tabah dalam menghadapinya. kita selalu ingin menuntut agar orang lain/ keadaanlah yang harus mengerti kita. Seharusnya kitalah yang harus bisa mengerti orang lain dan tidak peduli apakah orang lain mengerti keadaan kita atau tidak.

Kedua, pelajaran mandiri. Sudahkah kita menjadi mandiri seperti wahyu tersebut. Dalam kehidupan yang keras, serta beban sosial yang dia punya. Dia masih bisa mandiri biaya sendiri hanya untuk “sekolah.” Sedangkan kita, mungkin sampai hari ini masak masih di masakkan, baju masih di cucikan, bahkan bangun masih dibangunkan. Mulai kapankah kita mandiri? Apakah sudah bersedia mengaku kalah dari seorang pemulung?. Saya secara pribadi mangaku kalah dan malu terhadap wahyu tersebut.

Ketiga, rasa gengsi. Sebagian orang banyak sekali yang masih memepertahankan virus ini. Padahal virus ini, sangat merugikan terhadap diri. Ketika saya mulai kuliah, tatkala saya memperhatikan satu persatu kejadian yang saya rasakan dan saya alami, kemudian saya list satu persatu. Yap, salah satunya adalah rasa gengsi. Saya berfikir, bila terus mempertahankan virus ini, sangatlah merugikan. Saya juga memperhatikan, pernah teman saya itu malu untuk buang sampah segerobak.

Karena TPA ada di pinggir jalan besar (jalan utama). Saya fikir, untuk apa juga malu. Toh siapa juga yang memeperhatikan?. Pacar?. Apa yang mau dibanggakan dari orang yang gengsian sepeti ini, karena bisa jadi banyak kebohongan yang tersimpan didalam dirinya. Ya gak?.

Saya pun pernah menguji apakah saya masih gengsi atau enggak. Jadi sampah di kos-kosan buanyak sekali, ditambah berantakan pula. Ya begitulah kos-kosan laki, sudah menjadi suatu kewajaran. Saya ambil satu persatu sampah yang sudah dialam keresek dan di gabung di dalam gerobak. Jarak antara kos ke TPA kisaran 300m. karena memang mindset saya gak ada yang salah sama yang saya lakuin, di tambah juga saya gak ke GE ERan seolah ada yang memperhatikan saya, saya pun woles aja waktu itu buang sampahnya. Rugi bila masih mempertahankan rasa GENGSI.

Keempat, wahyu mengajarkan bagi saya bagaimana keinginan kuat dalam bermimpi, salah satunya dalam pendidikan. Selain itu, dia seorang pemulung saja sudah bisa memberikan kepada ibunya sebuah TV dan karena TV itulah ibunya tidak nonton ke rumah tetangga lagi. Bahkan TVnya masih bertahan sampai dengan sekarang. Subhanallah.

Seharusnya kita malu, sampai detik ini, apakah yang sudah bisa kita berikan kepada Orangtua. Padahal setiap kita sekolah, kita selalu diberi uang saku. Namun sayang, kita tidak pernah berfikiran cerdas seperti “seorang pemulung” itu. Minimal kita sekarang bisa membanggakan orangtua kita lewat prestasi dan karya-karya. Yang terpenting kita bisa menjadi orang yang baik, berguna bagi oranglain sesuai seperti apa yang orangtua kita inginan.

Yang jelas, “Kita Kebih Beruntung Dari Seorang Pemulung.” ^^


Salam kenal dan untuk lebih kenal atau sekedar ngobrol-ngobrol Follow aja twitter saya : @akhi_fathur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca. Tolong tinggalkan komentarnya. Karena dengan komentar kalian, blog ini akan semakin bernyawa hehe. Salam, untuk para blogger se-Indonesia. Dari Malang (@akhi_fathur)