Tidak Ingin Pulang

Pada suatu waktu ketika saya sedang menyendiri di dalam kamar dengan penuh renungan, terbesetit kata-kata yang membuat saya berpikir lebih jauh, lebih berimajinasi dan penuh dengan pikiran-pikiran yang jauh kedepan.

Saat itu entah mengapa, hati saya sedang sedih tanpa sebab apapun. Saya pikir, apabila hati saya sedang sedih seperti itu, mungkin itulah waktunya agar saya merenung, menyendiri sambil muhasabah diri.

Kata-kata itu adalah, “jangan keseringan pulang kampung, pulangnya nanti aja kalo udah sukses”

Jleb. Kata-kata yang entah datangnya darimana itu, membuat saya berpikir dan akhirnya saya sependapat dengan kata-kata itu. “iya juga ya. Aku ini lagi merantau jauh. Masa pulang terus tiap semester. Tiap pulang, Cuma gitu-gitu aja. Nggak ada sesuatu yang waw yang bisa ku bawa untuk orangtua dan keluarga. Ada banyak orang-orang yang ku tau, yang sebagian di antaranya teman sendiri, mereka merantau ya emang bener-bener merantau. Totalitas. Sepenuhnya merantau. Nggak lembek, nggak manja. Masa aku diberikan kesempatan sama Tuhan buat merantau ini, nggak menjadikanku kuat? Kamu masih manja!”. Dalam hati saya bilang begitu pada diri saya sendiri.

Deg. Kata-kata itu kayaknya pantas buat saya

Kemudian, saya ingin memutuskan agar saya tidak pulang sampai saya lulus kuliah. Tapi tahun ini karena adek saya masuk kuliah, kebetulan masuk PTN satu kota dengan saya, maka saya diminta agar pulang oleh orangtua saya, akhirnya saya pulang pada ramadhan 2015 kemaren. Niat ingin tidak pulang tersebut pun gagal.

Setelah saya kembali ke Malang, saya kepikiran lagi dengan niat saya tersebut. Dan kali ini, saya ingin mewujudkannya. Hari ini, sambil saya menulis tulisan ini, saya makin mantapkan niat saya tersebut. Saya nggak mau pulang. Saya nggak mau pulang sampai kesuksesan itu bisa saya bawa di dalam ransel. Kalaupun saya belum sukses karier, minimal saya sukses kuliah. Baru saya pulang.

Saya yakin dengan kerinduan yang saya tumpuk selama bertahun-tahun, akan lebih nikmat ketimbang menumpahkan rindu diwaktu yang dekat.

Kalau ada yang tanya dan biasaya ini pertanyaan klasik, “masa nggak kangen sama ibu, bapak, sodara, dan teman-teman di kampung halaman sana?”

Saya akan menjawab dan mungkin jawaban saya saat di tanya seperti itu adalah “ya kangen”. Paling itu aja. Nggak lebih. Karena biasanya saya sedikit malas menjelaskan rentetan A, B, C, dan seterusnya.

Dan Sebenarnya, jawaban hati kecil saya, yang kadang-kadang sulit saya ungkapkan pada saat ditanya seperti itu adalah, “saya sangat merindukan mereka semua. Saya juga ingin melepas rindu dengan mereka. Terutama ibu dan bapak. Saya juga mau pulang. Tapi saya ingin pulang dengan membawa segudang rindu dan segudang kebanggaan. Saya ingin ada air mata saat pertama kali pertemuan. Saya ingin menguatkan hati. Saya ingin belajar membesarkan jiwa di tempat yang jauh dari orangtua.”

“Baru aja nggak pulang setahun udah merengek? Manja kali kau!. Pulang itu nanti 3 tahun atau 4 tahun. Itu baru merantau. Kalo emang laki-laki, jangan manja. Malu sama tetangga dan calon istri.” Mungkin kata-kata ini cukup untuk merangsang harga diri saya. Eh btw, calon istrinya siapa? Ah bodo amat. Skip.. skip.

Ehm..

Moga-moga aja niat ini bisa saya wujudkan. Kalau memang tidak ada halangan, semisal ada panggilan yang urgen yang mengaharuskan saya pulang kampung, maka niat ini bisa saya jalankan dan bisa menjadi pelajaran yang berarti di dalam hidup saya.

Ya Allah, Aku tau jarakmu dengan jarakku ini sangat dekat. ^^

Bismillah..